Banggai, gemasulawesi – Sosialisasi moderasi beragama terus digencarkan di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, oleh FKUB atau Forum Kerukunan Umat Beragama Sulawesi Tengah sebagai upaya mewujudkan Sulawesi Tengah provinsi dengan indeks kerukunan paling tinggi.
Ketua FKUB Sulawesi Tengah, Zainal Abidin, dalam keterangannya pada hari Jumat, tanggal 30 Agustus 2024, mengatakan ipaya ini menjadi prioritas pihaknya sebagai implementasi program yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas kedamaian, persatuan dan kesatuan, serta kerukunan antar umat beragama di wilayah Kabupaten Banggai.
Zainal Abidin menerangkan sosialisasi moderasi beragama dilakukan pihaknya di Kabupaten Banggai, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai moderasi beragama, demi membangun masyarakat moderat dan cinta damai.
Kegiatan tersebut dikolaborasikan dengan Kantor Kementerian Agama atau Kemenag, FKUB Banggai, pemerintah daerah dan para tokoh-tokoh agama di kabupaten tersebut.
“Organisasi yang saya pimpin diberikan tugas untuk membantu pemerintah berkaitan dengan penyelenggaraan dalam peningkatan kualitas kerukunan umat beragama untuk ketahanan perdamaian dalam negeri,” ujarnya.
Dia melanjutkan pada implementasi upaya peningkatan kualitas kerukunan umat beragama, dilakukan lewat pendekatan moderasi beragama.
“Oleh karena itu, kami gencar untuk mensosialisasikan kepada masyarakat,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa moderasi beragama bukan moderasi agama adalah moderasi dalam praktik kehidupan beragama.
Bukan moderasi pada doktrin ajaran agama itu sendiri yang dapat menggiring kepada relativisme agama.
Baca Juga:
Jika Menjadi Bupati dan Wabup Parigi Moutong, Pasangan Membara Berkomitmen Membuka Peluang Investasi
Oleh karena itu, lewat moderasi beragama, langkah ingin dituju adalah kerukunan yang tidak perlu mengorbankan keyakinan dan juga kemurnian masing-masing agama.
Oleh sebab itu, moderasi beragama berada pada tataran sosiologis dalam wilayah praktik keberagaman dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain.
Dia mengatakan artinya, pada tataran teologis, setiap orang berhak dan bahkan seharusnya meyakini kebenaran agamanya, tetapi pada saat yang sama (pada tataran sosiologis) memahami bahwa orang lain juga mempunyai keyakinan terhadap ajaran agama mereka.
“Sebab keyakinan adalah wilayah yang sangat subyektif, wilayah hati,” ucapnya. (*/Mey)