Parigi Moutong, gemasulawesi - Badan Perencanaan, Penelitian dan Pembangunan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, tengah menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk periode 2025-2030.
Penyusunan ini dilakukan sambil menunggu pelantikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang telah berlangsung sebelumnya. Proses perencanaan ini menjadi tahapan penting dalam merumuskan arah pembangunan daerah yang terstruktur dan berkelanjutan untuk lima tahun mendatang.
Kepala Bappelitbangda Parigi Moutong, Irwan, mengatakan bahwa RPJMD yang sedang disusun akan merujuk pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045.
Dalam RPJPD tersebut, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong telah menetapkan fokus pembangunan daerah menuju arah industrialisasi pertanian. Arah kebijakan ini dianggap sebagai landasan dalam memperkuat ketahanan pangan daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis potensi lokal.
“Selain itu, juga mengacu pada visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih,” ujar Irwan di Parigi, Rabu, 7 Mei 2025.
Penyusunan RPJMD secara normatif memang harus tuntas dan ditetapkan melalui peraturan daerah paling lambat enam bulan setelah pelantikan kepala daerah terpilih. Proses ini tentu menuntut sinkronisasi kebijakan dan program antara pemerintah daerah dan kepala daerah baru, agar semua arah pembangunan yang telah dirancang dalam RPJPD dapat diimplementasikan secara efektif.
Irwan mengakui bahwa ada tantangan tersendiri dalam proses penyusunan RPJMD kali ini. Salah satunya adalah kondisi terkini yang menunjukkan mulai meningkatnya aktivitas tambang emas di sejumlah wilayah. Fenomena ini menimbulkan potensi gangguan terhadap sektor pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Parigi Moutong.
Olehnya, ia menekankan pentingnya sinkronisasi arah pembangunan antara sektor pertambangan dan pertanian.
Langkah ini penting untuk menjamin kelangsungan dua sektor tersebut agar dapat berjalan berdampingan tanpa saling menyingkirkan. Irwan menyebut bahwa ke depan, perencanaan pembangunan harus secara tegas mengatur zonasi untuk aktivitas pertambangan, pertanian, perkebunan, kelautan, dan perikanan agar tidak saling bertabrakan di lapangan.
“Memang harus berdampingan. Jadi harus diatur, menambang ada tempatnya, begitu juga pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan,” imbuhnya.
Konflik kepentingan di antara sektor-sektor tersebut, diakui Irwan, bukan hal mudah untuk dihindari di lapangan. Namun demikian, ia menegaskan bahwa semua pihak harus berupaya untuk meminimalisir dampak negatif dari pertambangan, mengingat perbedaan pandangan yang ada di masyarakat.
Ada sebagian masyarakat yang mendukung aktivitas tambang karena alasan ekonomi, namun tidak sedikit pula yang menolaknya karena kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap pertanian.
“Ada masyarakat yang menginginkan tambang, ada juga yang tidak. Tetapi paling tidak, jangan saling bergesekan. Terutama, paling diminimalisir ialah dampak negatifnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Irwan menekankan pentingnya penguatan regulasi yang telah tertuang dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Melalui RTRW, kawasan-kawasan yang diperuntukkan bagi masing-masing sektor diharapkan mampu saling mendukung, bukan sebaliknya menimbulkan konflik kepentingan yang merugikan pembangunan daerah secara keseluruhan.
Dalam konteks peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Irwan menyatakan bahwa sektor pertanian sebenarnya cukup tangguh, terbukti mampu bertahan di tengah tekanan pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Namun demikian, sektor pertanian belum mampu memberikan kontribusi PAD sebesar yang dihasilkan oleh sektor pertambangan.
Hal ini yang kemudian membuka kemungkinan bahwa arah pembangunan ke depan bisa saja lebih condong ke sektor pertambangan, meski tetap mempertahankan pengembangan pertanian.
Terkait pengalokasian anggaran untuk mendukung industrialisasi pertanian, Irwan mengakui bahwa hal tersebut bukan perkara mudah. Penentuannya sangat bergantung pada kemampuan keuangan daerah yang sering kali terbatas.
Di sisi lain, anggaran untuk pendidikan dan kesehatan sudah diatur oleh pemerintah pusat, sehingga dana-dana fleksibel yang bisa digunakan untuk pertanian menjadi sangat terbatas.