Daerah, gemasulawesi - Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia menuntut Rohidin Mersyah, mantan Gubernur Bengkulu, dengan hukuman delapan tahun penjara sebagai pidana utama. Selain itu, jaksa juga menjatuhkan tuntutan denda sebesar Rp700 juta.
Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka Rohidin diharuskan menjalani tambahan pidana selama enam bulan kurungan.
Tuntutan ini diajukan dalam kaitannya dengan dugaan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan yang melibatkan dirinya.
Rohidin turut dijatuhi tuntutan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp39,6 miliar, ditambah 72,15 dolar Amerika dan 349 dolar Singapura.
Baca Juga:
Bersiaplah untuk GPT-5: Model Kecerdasan Buatan Baru OpenAI Berikutnya Siap Dirilis Agustus Ini
Apabila ia tidak sanggup membayar jumlah tersebut, maka seluruh kekayaannya dapat disita untuk menutupi kerugian negara.
Jika harta yang dimiliki tidak mencukupi, maka sebagai gantinya, ia akan dikenakan hukuman penjara selama tiga tahun dan juga dicabut hak politiknya selama dua tahun setelah menjalani masa pidana pokok.
"Dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, termasuk keterangan dari 99 saksi yang telah dihadirkan, ketiga terdakwa dinilai terbukti melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan," ujar Jaksa Penuntut Umum KPK RI, Tony Indra, saat sidang di Pengadilan Tipikor Bengkulu, Rabu.
Mantan Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, dituntut dengan hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan pidana pengganti selama enam bulan bila tidak dibayar, namun tidak dikenakan pidana uang pengganti.
Sementara itu, Evriansyah alias Anca, yang merupakan mantan ajudan Gubernur Bengkulu, dituntut hukuman penjara lima tahun dan denda Rp250 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan bahwa ketiga terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan dalam Pasal 12 huruf B dan E Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa menjelaskan bahwa pasal yang digunakan untuk menjerat para terdakwa adalah Pasal 12 huruf e tentang pemerasan yang dilakukan oleh pejabat, serta Pasal 12B mengenai penerimaan gratifikasi.
Ia juga menegaskan bahwa kerugian negara yang dibebankan kepada Rohidin tidak menggunakan pasal 2 dan 3.
Baca Juga:
Usulan Pemilu Tak Langsung dan Penunjukan Kepala Daerah Kembali Mencuat di DPR
Lebih lanjut, pihak jaksa menyebutkan bahwa hal yang memberatkan adalah karena para terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah pusat dalam memberantas korupsi.
Adapun hal yang meringankan adalah status mereka sebagai kepala keluarga.
Jaksa juga menyoroti bahwa peran Rohidin paling besar karena ia memerintahkan pejabat eselon II, III, dan IV untuk mengumpulkan dana demi kepentingan pencalonannya sebagai gubernur.
Menanggapi tuntutan tersebut, para terdakwa bersama kuasa hukumnya menyatakan akan mengajukan nota pembelaan secara tertulis yang akan disampaikan pada sidang lanjutan, dijadwalkan berlangsung pada 12 Agustus 2025.
Sementara itu, Rohidin Mersyah, mantan Gubernur Bengkulu, menyampaikan bahwa ia akan menyiapkan nota pembelaan dan siap mengikuti proses persidangan berikutnya.
“Tadi sudah kita dengar bersama tuntutan dari jaksa, sekarang tinggal kami susun pledoi dan ikuti prosesnya,” ujarnya. (*/Zahra)