Internasional, gemasulawesi – Saat ini, Hamas dan Israel sedang menjalani masa gencatan senjata untuk 4 hari di Palestina setelah perang yang dimulai di tanggal 7 Oktober 2023 lalu.
Diketahui jika konflik antara Palestina dan Israel ini telah berlangsung selama bertahun-tahun lamanya tanpa solusi damai yang terjadi hingga sekarang.
Disebutkan selama 3 dekade ini, negara-negara barat dan komunitas internasional memandang gagasan 2 negara sebagai solusi perdamaian di Timur Tengah.
2 negara yang dimaksudkan itu adalah negara Israel dan negara Palestina.
Bahkan setelah agresi terbaru Israel ini, banyak yang mempercayai jika gagasan 2 negara itu masih merupakan menjadi satu-satunya jalan untuk ke depannya.
Lebih dari 14.000 jiwa tewas yang berasal dari rakyat Palestina dan banyak yang dinyatakan hilang.
Jumlah itu sendiri bukan merupakan angka yang pasti karena diperkirakan masih banyak yang terkubur di bawah reruntuhan bangunan.
Ilmuwan politik dari Universitas Tel Aviv, Urief Abulof, meyakini banyaknya korban yang jatuh di kedua belah pihak tidak akan membuat perdamaian menjadi mustahil.
Dia menyatakan jika solusi 2 negara masih mungkin terjadi dan mungkin lebih dari sebelumnya.
Dia menegaskan karena ada potensi untuk kedua belah pihak memahami jika Palestina dan Israel ingin hidup berdampingan tanpa adanya pemimpin radikal.
Pakar lainnya, Hussein Ibish yang berasal dari Arab Gulf States Institute, juga mengakui dia mempercayai jika solusi permanen terhadap konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade ini hanya dimungkinkan dengan model 2 negara.
Dia juga menjelaskan jika hal itu harus dilakukan secara bertahap dan juga memiliki syarat khusus.
Namun, ada juga pakar lain yang merasa skeptis, seperti misalnya Omer Bartov yang merupakan seorang profesor studi holocaust dan genosida di Brown University, yang menggambarkan solusi 2 negara seperti pepatah.
Bartov meyakini solusi 2 negara tidak realistis karena akan membuat Palestina lemah secara ekonomi dan akan menimbulkan ketergantungan kepada Israel.
Selain itu, Bartov menegaskan karena terdapat lebih dari 500.000 pemukim Yahudi di Tepi Barat, maka pengusiran mereka dari wilayah tersebut berarti perang saudara. (*/Mey)