Internasional, gemasulawesi – Sejak tanggal 7 Oktober 2023, peperangan antara Israel dengan Hamas pecah di Palestina meski kini gencatan senjata selama 4 hari telah disetujui.
Banyak yang juga bertanya-tanya bagaimana rasanya hidup di Jalur Gaza, Palestina, sebelum agresi militer Israel akhirnya dimulai bulan lalu.
Diketahui jika pemadaman listrik menjadi santapan sehari-hari mereka yang hidup di Jalur Gaza, Palestina.
Baca: Jadi Sebuah Tantangan, Ini Cara Tepatnya Menghitung Korban Tewas di Palestina
Sebelum listrik yang kini dipadamkan karena pertempuran terbaru antara Israel dan Hamas, rumah tangga di Gaza hanya menerima pasokan listrik dengan sistem rotasi selama 8 jam saja.
Jalur Gaza dilaporkan memperoleh sebagian besar pasokan listriknya dari Israel, satu-satunya pembangkit listrik di Gaza.
Selain itu, sebagian kecil listrik juga didapatkan dari Mesir.
Pembangkit Listrik Gaza atau kerap juga disebut dengan GPP dan generator individu bergantung pada bahan bakar yang berjenis diesel.
Namun, menurut laporan, pasokan yang dibawa oleh Israel sering kali diblokir sehingga akhirnya menyebabkan lebih banyak gangguan karenanya.
Sejak Hamas memiliki kekuasaan penuh di Gaza di tahun 2007, Mesir diketahui menutup sebagian besar perbatasannya dengan Gaza.
Di tahun 2020, pembatasan tambahan dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 yang kala itu merebak.
Sebelum kekerasan yang terjadi di tahun 2021 lalu, lalu lintas perbatasan mulai meningkat kembali.
Beberapa konvoi bantuan juga diizinkan lewat, namun, selain itu, pintu perbatasan tetap ditutup.
Karena Israel memberlakukan blokade, hal itu menjadi sangat berpengaruh terhadap pergerakan keluar masuk dari Jalur Gaza dan juga jalannya perdagangan.
Untuk mengatasinya, Hamas telah membangun jaringan terowongan yang digunakan untuk membawa barang ke Jalur Gaza.
Selain itu, terowongan itu juga digunakan sebagai pusat komando bawah tanah mereka.
Layanan kesehatan di Jalur Gaza juga berada di bawah tekanan.
PBB disebutkan telah membantu menjalankan sekitar 22 fasilitas kesehatan, namun, sejumlah rumah sakit dan juga klinik telah hancur dalam konflik sebelumnya.
Kekurangan air di Jalur Gaza juga menjadi hal yang rutin.
Baca: Imbalan Kesepakatan Pertukaran Sandera dengan Hamas, Penjajah Israel Sepakat Gencatan Senjata 4 Hari
Dilaporkan jika air keran yang berada di Jalur Gaza memiliki rasa yang asin dan juga tercemar sehingga tidak layak untuk diminum.
Jalur Gaza juga memiliki tingkat pengangguran kaum muda yang tinggi. (*/Mey)