Internasional, gemasulawesi – Buldozer penjajah Israel menghancurkan tangki air di Al-Deir di Lembah Yordan utara pada hari Rabu, tanggal 10 April 2025 waktu setempat.
Kepala Dewan Desa Ein al-Baida, Omar Fuqaha, menyampaikan kepada media bahwa pasukan penjajah Israel menghancurkan tangki air berkapasitas 10.000 meter kubik yang digunakan oleh para petani di daerah itu dengan dalih pembangunan tanpa izin.
Al-Deir dikenal dengan pertanian irigasinya. Selama 2 tahun terakhir, pasukan penjajah Israel diketahui telah menghancurkan beberapa pompa air.
Mereka juga merobohkan panel surya yang digunakan untuk mengoperasikannya. Selain itu, penjajah Israel juga telah mencuri peralatan pertanian dan merusak jaringan irigasi untuk tanaman irigasi di wilayah itu.
Sebelumnya, Hamas menyampaikan bahwa pembebasan tawanan penjajah Israel tidak akan dicapai melalui eskalasi militer sambil memperingatkan tindakan itu membahayakan nyawa para tawanan dan bahwa negosiasi adalah satu-satunya jalan yang layak untuk maju.
Dalam pernyataannya, Hamas menekankan apa yang dilakukan oleh penjajah Israel di Jalur Gaza bukan sekadar tekanan militer tetapi lebih merupakan ‘tindakan balas dendam yang brutal terhadap warga sipil yang tidak bersalah’.
Hamas juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk segera memikul tanggung jawabnya guna menghentikan tindakan itu,
“Meningkatnya agresi tidak akan mematahkan keinginan rakyat kami, hal itu hanya memperkuat tekad mereka untuk melawan,” bunyi pernyataan itu.
Sejak melanjutkan serangannya di Jalur Gaza pada tanggal 18 Maret 2025, operasi militer penjajah Israel telah menewaskan 1.449 warga Palestina dan melukai 3.647 lainnya.
Hamas juga mengkritik pendekatan Benjamin Netanyahu dengan menyebutkan kebijakan Netanyahu yang menargetkan anak-anak, wanita, dan orang tua bukanlah strategi untuk apa yang disebut kemenangan tetapi resep untuk kegagalan yang pasti.
Hamas menggarisbawahi bahwa tindakan militer yang semakin intensif tidak akan mengembalikan tawanan penjajah Israel hidup-hidup, sebaliknya, tindakan itu mengancam nyawa mereka dan dapat membunuh mereka.
“Satu-satunya cara untuk mengamankan pemulangan mereka adalah lewat negosiasi,” ujar mereka. (*/Mey)