Nasional, gemasulawesi - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), terdakwa kasus pungutan liar dan gratifikasi, mengajukan permohonan kepada hakim untuk memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka blokir terhadap rekening pribadinya dan rekening istrinya.
Permohonan ini diajukan Syahrul Yasin Limpo karena rekening-rekening tersebut digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari dan pembayaran pengacara.
Permintaan SYL disampaikan dalam sidang lanjutan kasus dugaan pungutan liar (pungli) dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan menghadirkan anak SYL, Indira Chunda Thita, sebagai saksi.
"Yang terakhir, Bapak Yang Mulia, adik-adik saya Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang saya cintai, saya siap dengan segalanya. Mohon, saya ini pegawai negeri dari level rendah. Tidak pernah ada saya punya pekerjaan lain selain saya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)," ujar SYL.
SYL menambahkan, "Pak, tolong buka rekening saya atau rekening istri saya. Saya benar-benar tidak bisa membayar ini, dan mereka semua hampir meninggalkan saya," katanya sambil menengok ke arah pengacaranya.
Permohonan SYL kepada Majelis Hakim didasarkan atas pertimbangan kemanusiaan.
"Oleh karena itu, saya mohon dipertimbangkan khusus untuk keperluan hidup kami, khususnya untuk membayar ini. Mungkin ada pertimbangan dari segi kemanusiaan, Pak," ujar SYL dengan harapannya.
Dalam kasusnya, SYL didakwa melakukan pungutan liar dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Melalui orang kepercayaannya, yakni Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta, Uang tersebut kemudian dikumpulkan oleh SYL dari lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I dengan jumlah mencapai Rp 44,5 miliar.
Hasil korupsi itu pun diduga digunakan untuk keperluan pribadi dan keluarganya.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan seorang pejabat tinggi dan mengungkapkan praktik korupsi yang masih marak terjadi di Indonesia.
Permohonan SYL untuk membuka blokir rekeningnya memunculkan perdebatan mengenai keadilan dan kemanusiaan dalam penegakan hukum.
Baca Juga:
Terkait Pengelolaan Tambang, DPR Nilai Keterlibatan NU Dapat Mewakili Masyarakat Indonesia
Di satu sisi, SYL berargumen bahwa rekening-rekening tersebut diperlukan untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya hukum.
Di sisi lain, jaksa dan publik mungkin melihat pembukaan blokir rekening sebagai langkah yang bisa melemahkan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Perkembangan kasus ini akan terus dipantau oleh publik yang berharap agar hukum ditegakkan dengan adil dan transparan.
Di tengah upaya pemberantasan korupsi yang masih terus berjalan, kasus SYL ini menjadi contoh penting bagaimana hukum dan kemanusiaan harus berjalan beriringan dalam sistem peradilan. (*/Shofia)