Nasional, gemasulawesi - Kabar mengenai pengungkapan kasus penggelapan kendaraan bermotor dengan jaringan internasional oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menarik perhatian publik dalam beberapa hari terakhir.
Kasus penggelapan kendaraan bermotor ini menyoroti praktik ilegal yang melibatkan ribuan kendaraan yang dikirim ke luar negeri selama periode lebih dari dua tahun.
Menurut laporan resmi, kasus penggelapan kendaraan bermotor ini terbongkar setelah pihak kepolisian menerima laporan dengan nomor LP/B/38/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri, tanggal 29 Januari 2024.
Dittipidum Bareskrim Polri berhasil menyita sebanyak 675 unit sepeda motor palsu dan mendapatkan dokumen-dokumen yang mendukung transaksi pengiriman sekitar 20 ribu unit sepeda motor.
Periode pengiriman kendaraan ini dilaporkan mulai Februari 2021 hingga Januari 2024.
Kendaraan-kendaraan yang terlibat dalam kasus ini ditemukan tersebar di enam lokasi yang berada di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Beberapa tempat penemuan utama mencakup Kelapa Gading, Jakarta Utara dengan penemuan 53 unit sepeda motor, serta pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara dengan penemuan 210 unit sepeda motor.
Di Jawa Barat, sejumlah kendaraan ditemukan di Padalarang (24 unit), Kabupaten Bandung (95 unit sepeda motor dan 180 unit pretelan sepeda motor), Kabupaten Cimahi (50 unit), dan Cihampelas (48 unit).
Bareskrim Polri telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini, masing-masing dengan peran yang berbeda.
Para tersangka tersebut termasuk debitur, penadah, dan perantara (baik pencari penadah maupun pencari debitur).
Identifikasi ini menunjukkan adanya jaringan yang terorganisir dengan baik dalam melakukan kegiatan ilegal ini.
Akibat dari praktik ilegal ini, diperkirakan kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai jumlah yang signifikan, yakni sekitar Rp876.238.400.000.
Angka ini dihitung berdasarkan harga per unit sepeda motor beserta total leasing sebanyak 20.666 unit yang diekspor ke lima negara tujuan, antara lain Vietnam, Rusia, Hong Kong, Taiwan, dan Nigeria.
Para pelaku dalam kasus ini diduga melanggar beberapa pasal dalam hukum Indonesia, termasuk Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, serta pasal-pasal terkait penipuan, penggelapan, dan penadahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman hukuman maksimal yang bisa diterima para pelaku adalah 7 tahun penjara, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Pengungkapan kasus ini telah mendapatkan respons yang luas dari publik, menyoroti keberhasilan aparat kepolisian dalam menangani kasus-kasus serius yang melibatkan kejahatan transnasional.
Langkah ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan yang beroperasi di lintas negara.
Kasus penggelapan kendaraan bermotor dengan jaringan internasional yang dibongkar oleh Bareskrim Polri menjadi bukti konkret dari upaya penegakan hukum dalam menghadapi kejahatan yang semakin canggih dan terorganisir. (*/Shofia)