Nasional, gemasulawesi - Kasus bunuh diri dokter muda berinisial ARL (30), yang diduga akibat perundungan dari senior di Universitas Diponegoro (Undip), kini menjadi sorotan luas.
Menanggapi hal ini, Kemenkes (Kementerian Kesehatan) telah menghentikan sementara aktivitas peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RSUP dr Kariadi, Semarang.
Keputusan ini diambil untuk mendukung investigasi terkait kematian ARL, yang dilaporkan mengakhiri hidupnya dengan cara tak wajar.
Surat resmi Kemenkes yang diterbitkan pada 14 Agustus 2024 menginstruksikan penghentian sementara program studi anestesi di RSUP dr Kariadi.
Langkah ini diambil untuk memastikan investigasi menyeluruh terhadap dugaan perundungan yang menyebabkan bunuh diri ARL.
Surat tersebut menyatakan, “Sehubungan dengan dugaan terjadinya perundungan di Program Studi Anestesi Universitas Diponegoro yang ada di RSUP dr Kariadi, yang menyebabkan terjadinya bunuh diri pada salah satu peserta didik program studi anestesi Universitas Diponegoro, maka disampaikan kepada saudara untuk menghentikan sementara program studi anestesi di RSUP dr Kariadi sampai dilakukannya investigasi dan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan oleh jajaran Direksi Rumah Sakit Kariadi dan FK Undip.”
Kematian ARL menjadi viral setelah unggahan dari akun @dr_koko28 di media sosial X (dahulu Twitter).
Dalam unggahan tersebut, @dr_koko28 mengungkapkan keprihatinan atas kasus tersebut dan mengaitkannya dengan survei Kemenkes tentang depresi yang diisi oleh ARL.
“Innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun. Saya mendengar kabar ada dokter PPDS yang meninggal diduga bunuh diri. Ternyata, tahun lalu, beliau pernah mengisi survei Kemenkes tentang depresi. Ini adalah kehilangan yang sangat berharga,” tulisnya.
Dari informasi yang beredar, ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya setelah diduga menyuntikkan obat ke dalam tubuhnya.
Di lokasi kejadian, ditemukan buku harian yang mencatat pengalaman perundungan yang dialami ARL selama mengikuti PPDS di Universitas Diponegoro.
Buku harian tersebut mengungkapkan tekanan dan perilaku buruk yang dialaminya dari senior-senior di program studi.
Kasus ini menimbulkan gelombang reaksi di kalangan masyarakat medis dan netizen, menyoroti perlunya reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran.
Dokter Andi, melalui unggahan di media sosial, menyatakan bahwa reformasi diperlukan untuk menangani masalah kesehatan mental dan meningkatkan perlakuan terhadap dokter junior.
“Apa pun alasan kematian ARL, kejadian ini harus menjadi yang pertama dan terakhir. Cara kita melihat dan memperlakukan dokter junior serta PPDS perlu adanya pendekatan baru yang lebih memanusiakan mereka. Resiprokal,” ujarnya.
Kemenkes, bersama dengan pihak universitas dan rumah sakit, diharapkan dapat menyelesaikan investigasi dengan cepat dan menetapkan langkah-langkah perbaikan yang efektif.
Penghentian sementara PPDS ini merupakan langkah awal yang menunjukkan komitmen untuk menangani kasus ini secara serius dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. (*/Shofia)
Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.