Nasional, gemasulawesi - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengajukan permohonan dispensasi pemotongan anggaran kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
Langkah ini diambil setelah Komisi V DPR RI mengesahkan pagu indikatif anggaran 2025 untuk BMKG dengan nilai Rp1,423 triliun, yang mengalami pemangkasan signifikan dari anggaran sebelumnya sebesar Rp2,826 triliun.
Keputusan pemangkasan anggaran BMKG didasarkan pada ketentuan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang mengatur efisiensi belanja negara, serta diperkuat oleh Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
Komisi V DPR RI menyatakan bahwa pengesahan pagu indikatif ini harus dilakukan sesuai tata tertib yang berlaku dan kebijakan efisiensi yang telah ditetapkan pemerintah.
Meski demikian, pemangkasan ini menuai kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap operasional BMKG, terutama dalam hal pemeliharaan alat pemantauan cuaca dan bencana alam.
Menanggapi keputusan tersebut, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, menyatakan bahwa BMKG secara prinsip mendukung efisiensi anggaran yang telah diinstruksikan oleh Presiden.
Namun, ia menekankan bahwa pemotongan anggaran ini berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2025.
Pengurangan anggaran ini dikhawatirkan akan melemahkan kemampuan BMKG dalam mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami.
BMKG menilai bahwa efisiensi anggaran ini dapat menyebabkan banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) tidak berfungsi maksimal karena dana pemeliharaan berkurang hingga 71 persen.
Hal ini mengancam keberlanjutan operasional sistem pemantauan bencana yang krusial bagi keselamatan masyarakat Indonesia.
Salah satu komponen penting yang terdampak adalah hampir 600 alat sensor pemantauan gempa bumi dan tsunami yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagian besar dari alat tersebut saat ini sudah melampaui usia kelayakan, sehingga memerlukan pemeliharaan yang memadai agar tetap berfungsi optimal.
Dengan mempertimbangkan dampak yang luas terhadap mitigasi bencana, BMKG mengajukan dispensasi pemotongan anggaran kepada Presiden demi ketahanan nasional dan keselamatan masyarakat Indonesia.
Muslihhuddin menegaskan bahwa mitigasi ancaman bencana Geo-Hidrometeorologi di Indonesia tidak boleh diabaikan karena menyangkut keselamatan banyak orang.
Menurutnya, keberlanjutan program mitigasi bencana menjadi hal yang mutlak untuk memastikan sistem peringatan dini tetap berjalan dengan baik.
"Oleh karena itu perlu adanya dukungan yang berfungsi secara maksimal dalam membangun masyarakat yang tahan bencana," jelas Muslihhuddin pada Kamis, 6 Februari 2025.
Pernyataan ini menekankan pentingnya anggaran yang cukup untuk menjaga kesiapsiagaan nasional dalam menghadapi bencana alam yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Dengan kondisi geografis Indonesia yang rawan terhadap bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan cuaca ekstrem, pemangkasan anggaran terhadap BMKG berisiko melemahkan sistem mitigasi yang selama ini menjadi andalan dalam memberikan peringatan dini.
BMKG berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali keputusan pemangkasan ini dengan melihat dampak jangka panjangnya terhadap ketahanan nasional dan keselamatan masyarakat luas. (*/Risco)