Nasional, gemasulawesi - Politikus Partai Demokrat, Andi Arief, baru-baru ini memberikan tanggapannya terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto.
Seperti diketahui, Presiden Prabowo telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur pemangkasan anggaran pemerintah pada APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp306,69 triliun.
Pemangkasan tersebut terdiri dari efisiensi anggaran kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp256,1 triliun serta pemotongan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp50,59 triliun.
Langkah ini kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang menetapkan 16 pos belanja yang harus dipangkas dengan persentase bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen.
Menanggapi kebijakan tersebut, Andi Arief memberikan pandangannya melalui akun X resminya @andiarief pada Selasa, 11 Februari 2025.
Menurutnya, langkah efisiensi anggaran yang ditempuh oleh Presiden Prabowo merupakan kebijakan yang baik karena dapat mencegah bertambahnya utang negara.
"Jalan efisiensi yang ditempuh Pak Prabowo ini baik. Karena bisa terhindar dari potensi hutang yang besar," tulis Andi Arief dalam cuitannya.
Dalam cuitan lanjutan, Andi Arief mengakui bahwa efisiensi anggaran bukanlah budaya yang umum dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Namun, ia tetap mendukung langkah tersebut karena dinilai penting untuk diterapkan oleh pemerintah demi pengelolaan keuangan negara yang lebih sehat.
"Tantangannya dari arus budaya, karena menurut seorang ekonom, efisiensi bukan budaya orang Indonesia. Budaya asli Indonesia ini bersatu, bukan efisiensi," lanjutnya dalam cuitan tersebut.
Pernyataan Andi Arief ini kemudian mengundang berbagai reaksi dari warganet, yang ikut mengomentari efektivitas kebijakan efisiensi tersebut.
Beberapa warganet menilai bahwa efisiensi anggaran seharusnya dimulai dari perampingan struktur kementerian dan lembaga negara, bukan sekadar memangkas pos belanja tanpa mengurangi jumlah instansi yang ada.
"Efisiensi itu kementerian/lembaga dulu yang dirampingkan. Ini terbalik, malah digemukkan dulu kemudian baru efisiensi.
Akhirnya banyak yang makan gaji buta, lembaganya ada tapi kerjaannya nggak ada. Uang habis untuk bayar gaji dan tunjangan," tulis akun @abo*** dalam balasannya terhadap cuitan Andi Arief.
Pendapat ini mencerminkan kekhawatiran sejumlah masyarakat bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya lebih terstruktur dan tidak hanya bersifat pemangkasan tanpa perubahan sistem birokrasi yang lebih mendasar. (*/Risco)