Nasional, gemasulawesi - Politikus Partai Demokrat, Andi Arief, turut memberikan tanggapan terhadap langkah hukum yang akan diambil oleh kuasa hukum mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait tuduhan ijazah palsu.
Diketahui sebelumnya, pihak kuasa hukum Jokowi yang diwakili oleh Yakub Hasibuan menyatakan rencana untuk melaporkan empat orang ke pihak kepolisian.
Keempat orang tersebut diduga menyebarkan tuduhan bahwa ijazah Jokowi adalah palsu.
Menurut Yakub Hasibuan, timnya sudah mengumpulkan sejumlah bukti yang dinilai cukup kuat untuk membawa perkara tersebut ke ranah hukum.
Bukti-bukti itu diklaim mengarah pada dugaan tindak pidana. Selain itu, tim kuasa hukum juga menyebut bahwa persiapan berkas untuk pelaporan telah mencapai 95 persen, termasuk pengumpulan saksi-saksi yang akan memperkuat laporan.
Yakub menyatakan bahwa langkah ini ditempuh untuk menjawab tudingan yang dinilai merusak reputasi kliennya.
Menanggapi langkah hukum tersebut, Andi Arief menilai bahwa pendekatan yang dilakukan oleh kuasa hukum Jokowi justru tidak sejalan dengan semangat pemerintahan Prabowo Subianto.
Dalam cuitan di akun X resminya @Andiarief__ pada Rabu 23 April 2025, Andi menyampaikan bahwa Presiden Prabowo berkehendak memberikan amnesti kepada pihak-pihak yang menjadi korban pasal pencemaran nama baik dan UU ITE.
Ia menilai langkah pelaporan justru dapat mencederai semangat tersebut.
"Era Pak Prabowo ini hendak memberi amnesti pada mereka yang menjadi korban pasal pencemaran nama baik dan korban UU ITE. Jangan dikotori kehendak baik era ini. Lebih baik tabayun," tulis Andi Arief di akun media sosialnya.
Pernyataan ini menjadi sorotan karena menunjukkan adanya perbedaan pandangan politik antara elite partai terhadap penanganan kritik publik.
Dalam cuitan terpisah, Andi juga mengungkapkan pandangannya bahwa seseorang yang tidak mempercayai kelulusan orang lain dari sebuah institusi pendidikan tidak dapat langsung dikategorikan sebagai pelaku kejahatan.
Menurutnya, pandangan atau ketidakpercayaan seseorang terhadap klaim akademik tidak seharusnya serta-merta dianggap melanggar hukum.
"Tidak percaya seseorang itu lulus dari sebuah universitas itu bukan kejahatan," tulisnya dalam cuitan lainnya.
Pendapat ini ia sampaikan sebagai respons atas pelaporan yang dinilai terlalu reaktif terhadap pendapat publik yang mempertanyakan kredibilitas seseorang, meskipun belum tentu dilakukan dengan niat jahat atau menyebar fitnah secara sengaja.
Ia mendorong agar penyelesaian kasus semacam ini dilakukan secara terbuka dan berdialog. (*/Risco)