Nasional, gemasulawesi - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah bersikap antikritik terhadap media ataupun produk jurnalistik.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, sebagai respons terhadap anggapan publik yang menilai Kejagung bersikap represif terhadap kebebasan pers, menyusul penetapan Direktur Pemberitaan JakTV sebagai salah satu tersangka dalam kasus perintangan penyidikan.
Dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni MS (Marcella Santoso) yang berprofesi sebagai advokat, JS (Junaedi Saibih) yang merupakan dosen dan advokat, serta TB (Tian Bahtiar), Direktur Pemberitaan JakTV.
Ketiganya diduga terlibat dalam upaya perintangan penanganan perkara yang tengah ditangani oleh Kejagung, yang berkaitan dengan kasus korupsi besar seperti tata niaga timah, impor gula, serta ekspor crude palm oil (CPO).
Upaya perintangan tersebut dilakukan dengan menyebarkan pemberitaan yang menyudutkan penyidik Jampidsus Kejagung.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa MS dan JS diduga memerintahkan TB untuk menerbitkan sejumlah berita negatif.
Berita-berita tersebut dibuat dengan tujuan menggiring opini publik dan menyudutkan tim penyidik, serta diduga dilakukan dengan imbalan uang sebesar Rp478.500.000,00.
Pihak Kejagung menyebut langkah ini sebagai permufakatan jahat yang disusun untuk menghalangi proses penyidikan hukum.
Menanggapi sorotan publik, Harli Siregar menegaskan bahwa Kejaksaan Agung tetap menghargai kerja jurnalis dan mendukung kebebasan pers selama dijalankan secara bertanggung jawab.
"Saya harus tegaskan bahwa sekali lagi kami tidak pernah antikritik terhadap produk jurnalistik," ujar Harli pada Selasa 22 April 2025.
Lebih lanjut, Harli menjelaskan bahwa dalam kasus ini penyidik memfokuskan perhatian pada adanya unsur niat dari para tersangka untuk menggiring opini publik dengan narasi negatif.
Menurutnya, tindakan semacam itu bukan bagian dari kebebasan pers yang sehat, melainkan sudah masuk ke ranah manipulasi informasi yang merugikan upaya penegakan hukum.
Ia menambahkan bahwa Kejaksaan Agung tidak pernah menghalangi kebebasan berekspresi maupun pemberitaan selama tidak dijadikan alat untuk kepentingan jahat.
Dengan pernyataan ini, Kejaksaan Agung berharap publik dapat membedakan antara kritik yang konstruktif dan penggunaan media secara tidak bertanggung jawab dalam rangka menggagalkan proses hukum. (*/Risco)