Nasional, gemasulawesi - Kasus kematian Vina dan Eky yang terjadi pada tahun 2016 kembali menjadi sorotan publik setelah pernyataan kontroversial dari Otto Hasibuan, kuasa hukum dari tujuh terpidana kasus tersebut, dan Susno Duadji, mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) .
Otto Hasibuan dan Susno Duadji menyatakan bahwa kasus ini mungkin bukanlah sebuah pembunuhan.
Pernyataan Otto Hasibuan dan Susno Duadji ini pun memunculkan spekulasi dan kekhawatiran terkait dengan integritas proses hukum dan penyidikan kasus tersebut.
Otto Hasibuan mengungkapkan keyakinannya bahwa kasus Vina dan Eky tidak melibatkan pembunuhan.
Otto menjelaskan bahwa keyakinan ini didasarkan pada sejumlah bukti yang menurutnya tidak mendukung adanya pembunuhan.
Salah satu buktinya adalah penghapusan nama dari daftar pencarian orang (DPO) oleh Polda Jabar.
"Setelah menangkap Pegi Setiawan, Polda Jabar mengumumkan bahwa dua dari tiga DPO yang dicurigai ternyata fiktif. Pegi Setiawan sendiri telah dibebaskan setelah proses praperadilan," ungkap Otto.
Ia menambahkan bahwa jika dua nama DPO, Dani dan Andi, ternyata tidak ada, maka kemungkinan besar kasus pembunuhan ini tidak terjadi.
“Jika Dani dan Andi ternyata tidak ada, maka kasus pembunuhan ini tidak terjadi, kecuali jika ada pembunuhan lain yang belum kami ketahui,” ujarnya.
Otto juga menyoroti ketidakpastian mengenai proses pemindahan mayat.
"Jadi apabila tidak bisa dijelaskan bagaimana mayat korban itu bisa dipindahkan ke lokasi kejadian, maka sudah jelas bahwa kasus ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan," tegasnya.
Ketidakjelasan tentang bagaimana mayat dipindahkan menjadi salah satu alasan yang menurut Otto menunjukkan bahwa kasus ini mungkin tidak melibatkan pembunuhan.
Sementara itu, Susno Duadji, yang juga hadir dalam diskusi dan dikenal sebagai mantan penyidik berpengalaman, mengungkapkan pandangannya yang sejalan dengan Otto.
“Saya telah menjadi penyidik selama 35 tahun, dan saya nyatakan 100 persen bahwa tidak ada peristiwa pembunuhan tersebut,” kata Susno.
Ia menjelaskan bahwa untuk mengklaim adanya peristiwa pembunuhan, harus ada saksi dan alat bukti yang mendukung klaim tersebut.
Namun, dalam kasus ini, menurut Susno, saksi-saksi yang diperlukan tidak ada, dan bukti-bukti lainnya seperti trauma benda tumpul tidak ditemukan.
“Saksi-saksi yang relevan sudah tidak ada, dan bukti-bukti lain tidak menunjukkan adanya tanda-tanda trauma akibat benda tumpul. Keterangan yang ada dalam dakwaan telah dicabut selama persidangan. Selain itu, tidak ada bukti ilmiah seperti rekaman CCTV, darah, atau sperma yang mendukung adanya klaim pembunuhan,” ungkapnya.
Susno menambahkan bahwa tanpa adanya bukti yang meyakinkan terkait peristiwa pembunuhan, proses pengadilan terasa seperti mengadili kasus yang tidak memiliki dasar nyata.
“Jika tidak ada bukti konkret mengenai peristiwa tersebut, maka proses pengadilan seakan-akan mengadili sesuatu yang tidak ada. Ini hanya akan menyebabkan perkara tidak terselesaikan dengan jelas dan dapat menyesatkan opini publik,” tegasnya.
Pernyataan ini menunjukkan keprihatinan Susno tentang kemungkinan ketidakadilan dalam proses hukum yang sedang berlangsung. (*/Shofia)