Tangerang, gemasulawesi – Dunia pendidikan di Kabupaten Tangerang kembali tercoreng dengan dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang mencuat di beberapa SMA negeri.
Dugaan pungli ini terungkap saat sejumlah orang tua siswa mengungkapkan pengalaman mereka terkait permintaan uang oleh oknum panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di dua sekolah.
Adapun dua sekolah yang diduga melakukan pungli tersebut yaitu SMAN 18 Kabupaten Tangerang dan SMAN 9 Kota Tangerang.
Dugaan Pungli di SMAN 18 Kabupaten Tangerang
Isu pungli di SMAN 18 Kabupaten Tangerang mencuat setelah seorang wali murid, yang dikenal dengan inisial E, mengungkapkan bahwa dirinya diminta uang oleh panitia PPDB untuk memastikan anaknya diterima di sekolah tersebut.
Menurut E, saat proses pendaftaran di SMAN 18, panitia PPDB, yang juga merupakan seorang guru, meminta sejumlah uang yang tidak sedikit untuk pengadaan seragam sekolah dan biaya administrasi tambahan di Dinas Pendidikan.
"Oknum panitia meminta Rp 1,7 juta untuk koperasi dan tambahan Rp 3 juta untuk urusan administrasi di Dinas Pendidikan," ungkap E.
E mengaku merasa tertekan karena tidak ada informasi sebelumnya mengenai biaya tambahan dalam proses PPDB.
"Kami tidak pernah diberi tahu tentang biaya-biaya ini. Kami merasa terpaksa membayar agar anak kami bisa diterima di sekolah ini," tambahnya.
Setelah diminta uang tersebut, proses pendaftaran anaknya mengalami kendala, dan akhirnya, rapor anaknya dikembalikan dengan alasan yang tidak jelas.
"Dokumen dan rapor sudah kami serahkan, tapi setelah diminta uang, kami merasa prosesnya terhambat," jelas E.
Namun, dugaan pungli ini dibantah oleh Kepala Sekolah yang menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar.
“Kami tidak mengetahui adanya dugaan pungli di SMAN 18,” klaim Kepala Sekolah SMAN 18 Kabupaten Tangerang, Mariani.
Dugaan Pungli di SMAN 9 Kota Tangerang
Sementara itu, kasus dugaan pungli juga mencuat di SMAN 9 Kota Tangerang setelah munculnya pengakuan mengejutkan dari orang tua siswa.
Seorang guru di SMAN 9 Kota Tangerang diduga meminta wali murid untuk membayar sebesar Rp11 juta untuk mempermudah proses penerimaan anak mereka di sekolah tersebut.
Salah satu orang tua siswa membagikan pengalamannya mengenai praktik pungli ini.
Dalam keterangannya, ia mengakui bahwa DFS, seorang guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS), memberikan tawaran kepadanya, yang menjanjikan jalur belakang dalam proses PPDB.
"Jujur saja kami awalnya sangat terkejut dan merasa tertekan saat DFS meminta uang sebesar Rp11 juta," ujar orang tua tersebut.
Awal mula dugaan pungli ini mencuat berawal ketika DFS menghubungi beberapa orang tua siswa dengan tawaran untuk membayar uang pelicin agar anak-anak mereka diterima di SMAN 9.
"Kata DFS pembayaran tersebut akan menjamin anak-anak kami untuk mendapatkan tempat di sekolah, bahkan jika ada jalur khusus yang tidak kami ketahui," tambah orang tua siswa lainnya.
Pengakuan dari orang tua siswa ini juga dibenarkan oleh saksi lainnya.
Dimana ia menyatakan bahwa DFS memang mengarahkan orang tua siswa untuk membayar sejumlah uang untuk mendapatkan kemudahan dalam proses penerimaan.
"DFS memberikan tawaran berupa jalan pintas dan mengklaim bahwa jika uang tersebut tidak diberikan, anak-anak kami akan kesulitan untuk diterima, meskipun memiliki nilai akademik yang baik," kata saksi tersebut.
Tak berhenti sampai disitu, sejumlah orang tua juga di sekolah tersebut juga melaporkan adanya ketidaksesuaian antara nilai yang terdaftar dalam sistem PPDB dengan data yang ada saat pendaftaran ulang.
"Kami menemukan bahwa nilai di sistem PPDB tidak sesuai dengan hasil pendaftaran ulang, yang menunjukkan adanya manipulasi data," ujar salah satu orang tua siswa.
Hingga saat ini, pihak SMAN 9 Kota Tangerang belum memberikan tanggapan resmi mengenai dugaan pungli ini.
Pihak sekolah diharapkan segera memberikan klarifikasi mengenai masalah ini dan melakukan tindakan tegas jika ada oknum yang terlibat.
Praktik pungli dalam pendidikan dianggap merugikan orang tua siswa dan merusak integritas sistem pendidikan.
Pendidikan seharusnya dilakukan dengan transparansi dan tanpa adanya biaya tambahan yang tidak diatur.
Kasus dugaan pungli ini telah menimbulkan keresahan di kalangan orang tua siswa dan masyarakat luas.
Kejadian ini juga diharapkan menjadi pelajaran bagi semua pihak terkait pentingnya transparansi dan kejujuran dalam proses pendidikan. (*/Shofia),