Nasional, gemasulawesi - Tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) untuk periode 2020 hingga 2024 dipastikan tidak akan cair.
Hal ini disebabkan oleh ketidakpatuhan birokrasi pada masa kepemimpinan kementerian sebelumnya yang gagal mengajukan alokasi anggaran tukin beserta dokumen pendukung yang diperlukan.
Sekretaris Jenderal Kemendikti Saintek, Tohar Mangihut Simatupang, menjelaskan bahwa keputusan ini tidak bisa dihindari karena adanya kelalaian administratif di masa lalu.
“Kementerian yang lalu tidak sempat mengurus. Ini sudah tutup buku. Mau bagaimana lagi? Memang itu kenyataan pahit. Tapi kami tidak punya otoritas,” jelas Tohar.
Pernyataan Tohar tersebut menegaskan bahwa pemerintah saat ini tidak memiliki dasar hukum untuk mencairkan tukin tersebut karena tidak adanya pengajuan anggaran resmi dari periode sebelumnya.
Meskipun begitu, Kemendikti Saintek tidak tinggal diam. Mereka telah mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 2,5 triliun ke Kementerian Keuangan untuk memastikan tukin tahun 2025 bisa dicairkan.
Pengajuan ini bahkan sudah mendapatkan persetujuan dari Badan Anggaran DPR, menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyelesaikan masalah tunjangan kinerja untuk periode mendatang.
Selain itu, Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tukin dosen ASN juga telah selesai diharmonisasi dan kini menunggu persetujuan akhir dari Presiden.
Namun, keputusan untuk tidak mencairkan tukin periode 2020-2024 memicu kekecewaan di kalangan dosen ASN.
Aliansi Dosen ASN Kemendikti Saintek Seluruh Indonesia (Adaksi) merespons situasi ini dengan merencanakan aksi demonstrasi di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Senin, 3 Februari 2025.
Ketua Koordinator Nasional Adaksi, Anggun Gubawan, menyatakan bahwa aksi ini bertujuan untuk mendesak pemerintah agar segera membayarkan tukin yang tertunda.
Rencana demonstrasi ini menunjukkan bahwa para dosen tidak sekadar menuntut hak finansial, tetapi juga menuntut akuntabilitas dari pemerintah atas kelalaian administratif di masa lalu.
Mereka berharap aksi ini bisa menjadi tekanan moral agar pemerintah tidak mengabaikan hak-hak ASN yang telah bekerja keras dalam dunia pendidikan.
Kini, perhatian tertuju pada bagaimana pemerintah akan merespons tuntutan ini.
Apakah akan ada solusi konkret untuk menyelesaikan polemik tukin yang tertunda atau justru membiarkan ketidakpuasan ini berkembang menjadi isu yang lebih besar di kalangan akademisi. (*/Risco)