Nasional, gemasulawesi - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Bahlil Lahadalia, memberikan tanggapan terkait seruan yang meminta pejabat negara untuk mulai menggunakan transportasi umum.
Seruan tersebut sebelumnya disampaikan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat melalui Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah, Djoko Setijowarno.
Djoko menilai bahwa pejabat negara perlu membiasakan diri menggunakan angkutan umum agar lebih memahami kondisi yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Djoko menyebutkan bahwa angkutan umum di Jakarta kini sudah cukup memadai, dengan cakupan layanan mencapai 89,5 persen dari wilayah ibu kota.
Ia menyarankan agar para pejabat mencoba menggunakan transportasi umum setidaknya sekali dalam seminggu.
Menurutnya, dengan langkah ini, para pejabat akan lebih dekat dengan realitas kehidupan masyarakat dan dapat merasakan langsung kualitas layanan transportasi yang ada.
Menanggapi seruan tersebut, Bahlil Lahadalia memberikan respons yang cukup tegas.
Ia menilai bahwa dirinya tidak perlu diajari cara menggunakan angkutan umum karena sudah sangat akrab dengan transportasi publik sejak masa mudanya.
Bahlil menceritakan bahwa ia pernah bekerja sebagai kondektur angkot selama tiga tahun dan menjadi sopir angkot selama dua tahun saat masih bersekolah di SMA.
"Jangan ajari saya naik angkutan umum. Saya kondektur angkot 3 tahun di terminal. Jadi sopir angkot 2 tahun waktu sekolah SMA," jelas Bahlil Lahadalia pada Minggu, 2 Februari 2025.
Bahlil menambahkan bahwa ia tidak memiliki masalah jika harus menggunakan transportasi umum dalam aktivitas kerjanya.
Ia merasa penggunaan transportasi umum bukanlah hal yang asing baginya.
Namun, menurutnya, kebiasaan tersebut tidak perlu dipublikasikan karena yang terpenting adalah esensi dari pelayanan kepada masyarakat, bukan sekadar menunjukkan bahwa pejabat menggunakan transportasi umum.
Di luar dari tanggapan Bahlil, seruan untuk mendorong pejabat negara menggunakan angkutan umum sebenarnya memiliki tujuan yang baik.
Dengan terlibat langsung dalam sistem transportasi publik, para pejabat dapat merasakan tantangan yang dihadapi masyarakat, seperti keterlambatan, kenyamanan, dan efisiensi layanan.
Pengalaman ini diharapkan dapat mendorong mereka untuk membuat kebijakan yang lebih pro-rakyat dalam meningkatkan kualitas transportasi umum di Indonesia.
Menggunakan transportasi umum juga dapat menjadi contoh positif bagi masyarakat.
Jika para pejabat negara terbiasa menggunakan angkutan umum, hal ini dapat mengubah persepsi masyarakat tentang transportasi publik dan mendorong lebih banyak orang untuk beralih dari kendaraan pribadi. (*/Risco)