Wamenkominfo Bahas Regulasi dan Kolaborasi AI dengan Otoritas Digital Belanda

Nezar Patria dan Huub Janssen. Source: (komdigi.go.id)

Nasional, gemasulawesi - Dalam rangkaian kegiatan UNESCO Global Forum on the Ethics of AI, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital RI, Nezar Patria, melakukan pertemuan bilateral.

Pertemuan tersebut berlangsung bersama Mr. Huub Janssen, selaku AI Manager dari Otoritas Infrastruktur Digital Belanda (RDI).

Selain menjabat di RDI, Huub Janssen juga diketahui memimpin Kelompok Kerja Otoritas Kompeten AI di tingkat nasional Belanda maupun Uni Eropa.

Pertemuan ini menjadi momen strategis bagi kedua belah pihak untuk bertukar pandangan mengenai pengelolaan kecerdasan buatan.

Baca Juga:
Sekolah Rakyat: Inisiatif Presiden Prabowo Hadirkan Akses Pendidikan dan Dukungan Keluarga bagi Anak Prasejahtera

Diskusi turut menyoroti implementasi regulasi AI Uni Eropa yang dikenal sebagai EU AI Act.

Forum ini juga dimanfaatkan untuk menjajaki kemungkinan kerja sama bilateral di bidang kebijakan AI dan isu-isu keamanan siber.

“Indonesia tengah merancang Strategi dan Peta Jalan Nasional untuk AI. Kami banyak mengambil pelajaran dari pendekatan EU AI Act yang mencoba menyeimbangkan antara dorongan inovasi dan perlindungan terhadap masyarakat. Kami sangat menghargai kesempatan ini untuk mendalami praktik-praktik baik yang diterapkan oleh Belanda,” kata Nezar saat membuka diskusi.

Huub Janssen menjelaskan bahwa EU AI Act menerapkan pendekatan berbasis tingkat risiko, di mana sistem kecerdasan buatan diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok utama.

Baca Juga:
Kemensos Seleksi Pegawai Keuangan untuk Perkuat Sekolah Rakyat

Kategori pertama adalah AI yang dilarang, misalnya teknologi yang digunakan untuk pengawasan massal atau sistem yang memberikan skor sosial kepada warga.

Kategori kedua mencakup AI berisiko tinggi, seperti yang digunakan dalam sektor vital seperti infrastruktur penting, layanan kesehatan, atau perlindungan HAM, yang penggunaannya harus mendapatkan izin dan diawasi secara ketat.

Sementara itu, kategori ketiga adalah AI yang mewajibkan transparansi, di mana pengguna harus diberi informasi dengan jelas bahwa mereka sedang berinteraksi dengan sistem berbasis AI.

Janssen menekankan bahwa regulasi kecerdasan buatan tidak bisa mengatur seluruh proses teknologinya secara rinci, namun dapat difokuskan pada dampak atau hasil yang ditimbulkan dari penggunaannya.

Baca Juga:
Dukung Keinginan Presiden Prabowo, Menteri Imipas Sebut Pihaknya Siapkan Lapas dengan Keamanan Super di Pulau Terpencil

Oleh karena itu, ia menilai penting bagi setiap negara untuk memiliki otoritas regulasi yang kuat agar dapat menegakkan aturan terhadap perusahaan teknologi besar.

Menanggapi hal tersebut, Nezar menyampaikan bahwa Indonesia juga tengah mengkaji pengaturan terhadap sistem AI yang bersifat otonom, termasuk perangkat digital yang mempengaruhi perkembangan anak dan remaja.

Ia mengapresiasi pengalaman Belanda yang melibatkan berbagai kalangan ahli dalam proses perumusan kebijakan, termasuk di bidang pendidikan dan etika penggunaan kecerdasan buatan.

Dalam perbincangan itu, keduanya juga menyinggung pentingnya wadah kolaborasi internasional dan regional untuk saling berbagi pengalaman antarnegara, yang menurut Janssen kini sedang difasilitasi bersama UNESCO dan akan segera diluncurkan.

Baca Juga:
Xbox dan AMD Bekerja Sama, Bertujuan untuk Mendefinisikan Ulang Game Generasi Berikutnya

Nezar pun menutup diskusi dengan menegaskan bahwa kerja sama global kian mendesak, terutama untuk menjawab ketimpangan antara pembuat teknologi dan negara pengguna.

Ia menyatakan kesiapan Indonesia untuk menjalin kemitraan strategis dengan Belanda, termasuk di bidang tata kelola AI dan pengawasan siber. (*/Zahra)

Bagikan: