Sebelum Erupsi, Warga Yogya dan Magelang Keluhkan Panasnya Cuaca

waktu baca 2 menit
Ket. Hujan Abu di Windu Sajan, Yogyakarta (Foto/Twitter/Merapi Uncover)

Nasional, gemasulawesi – Gunung kembali , Sabtu 11 Maret 2023 siang, sebelum terjadi warga Yogyakarta dan Magelang sempat mengeluhkan panasnya cuaca di akhir pekan ini.

Keluhan sempat dikeluarkan oleh beberapa netizen di Twitter, salah satunya @collegemenfess.

“Pantes dari tadi Jogja panas banget, beda sama panas biasa ternyata lagi aktif guys, “ cuitnya.

Baca Juga : Gunung Merapi Meletus Siang Ini! Hujan Abu di 11 Kecamatan

Komentar juga diungkapkan oleh @denaiiiy yang merasakan serupa.

“Jogja emg panas banget ssumpaaaah, tapi apapun itu stay safe yaaa nder dan warga jogjaaa,” tuturnya.

Begitu pula cuitan @kangrongsok_, yang menceritakan kalau dirasakan hampir seluruh wilayah Jawa Tengah.

Baca Juga : Akibat Erupsi Gunung Semeru, 2.219 Orang Mengungsi

“Koncoku (temanku) lagi mudik ke Yogya, perjalanan ke Purworejo panas banget, padahal AC mobil udah pol,* tulisnya.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengatakan aktivitas Gunung tidak mempengaruhi udara panas yang dirasakan masyarakat akhir-akhir ini.

Kepala BPPTKG, Agus Budi menjelaskan tidak berdampak pada suhu di Jogjakarta karena kedua fenomena alam tersebut tidak berkaitan.

Baca Juga : Status Siaga, Gunung Anak Krakatau Erupsi Tujuh Kali

Meskipun Gunung dapat mempengaruhi kondisi lingkungan di sekitarnya seperti debu vulkanik dan asap, namun tidak secara langsung mempengaruhi suhu udara yang dirasakan di wilayah yang lebih jauh.

Memang, saat sebuah gunung api seperti akan meletus, terjadi peningkatan aktivitas geologi di bawah permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya pelepasan energi termal dari dalam bumi.

Perlu dicatat bahwa tidak semua gunung api menyebabkan udara menjadi panas, dan peningkatan suhu udara bukanlah hal yang selalu terjadi setiap kali gunung api .

Baca Juga : Erupsi Gunung Marapi, Kemenko PMK Minta Warga Tetap Tenang

Lebih lanjut Agus Budi menjelaskan, terjadi karena faktor atmosfer seperti radiasi sinar matahari, kelembaban udara, dan angin, sedangkan merupakan aktivitas geologis yang terjadi di bawah permukaan bumi.

Dia menyatakan bahwa kondisi tergolong normal, dengan suhu tertinggi mencapai 33 derajat Celsius.

Hal ini disebabkan oleh cuaca yang cerah berawan dan kecepatan angin yang tidak terlalu signifikan.

Jadi, radiasi sinar matahari diterima lebih banyak oleh permukaan bumi , dan tidak berhubungan dengan aktivitas ,” tukasnya. (*/YN) 

Editor: Muhammad Azmi Mursalim

Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.