gemasulawesi.com – Berita Terkini Indonesia Hari Ini
Berita Terupdate dan Terkini Indonesia, Sulawesi Tengah, Palu, Poso, Parigi Moutong
Bahayanya Jamur, Virus dan Bakteri dari Pakaian Thrifting, Ini Kata Dokter
Kesehatan, gemasulawesi – Pelarangan thrifting atau membeli pakaian bekas impor sudah digulirkan Presiden Jokowi, kesehatan menjadi salah satu alasan pelarangan ini.
Pembelian pakaian bekas, baik celana maupun baju memang harus memperhatikan kebersihannya, tak jarang pembeli harus sampai mencuci berulang kali.
Namun dari eksperimen melalui uji kab yang dilakukan Kementerian Perdagangan memperoleh hasil menegangkan saat menguji 25 pakaian bekas impor dari pasar thrifting besar di Jakarta, Pasar Senen.
Baca Juga : Jangan Konsumsi Makanan Ini Jika Tidak Ingin Terkena Kanker
Setidaknya 216 ribu koloni bakteri per gram berat celana bekas impor yang diujikan.
Selain bakteri, pakaian bekas impor juga paling mudah menularkan jamur menurut dokter spesialis dokter, dr. Trisniartami.
“Jamur tersebut mulai menular saat Anda mencoba-coba pakaian bekas dan berinteraksi dengan kulit menjadi Panu, terasa makin gatal saat berkeringat,” jelasnya.
Tak hanya panu, penyakit kulit lainnya seperti folikulitis, pyoderma, dan abses.
Baca Juga : Ratusan Orang di Sulteng Terjangkit Demam Keong
“Gejalanya bintik atau benjolan merah, berisi nanah dan terasa gatal atau nyeri,” tambahnya.
Paling menyeramkan adalah kemungkinan tertular virus herpes simplex.
“Jika pemakai pakaian sebelumnya sudah punya gejala ini terus pecah dan menodai pakaian, orang lain yang pakai baju ini akan tertular penyakit yang sama,” tuturnya.
Baca Juga : Dari Jamur Hingga Semangka, Intip Pilihan Makanan yang Buat Awet Muda ala Dokter Saddam Ismail
Pendapat serupa juga diungkapkan dokter dari JIH Solo, dr. Arieffiah, masyarakat tentunya juga tidak tahu riwayat pasti dari pemakai sebelumnya, apakah sakit atau tidak disamping kebersihannya.
“Kalau dapatnya dari orang yang kebersihannya kurang, paling hanya infeksi ringan saja seperti gatal-gatal,” tuturnya.
Tapi kondisi berbeda jika pemakai pertama adalah orang yang sudah sakit bahkan meninggal di rumah sakit, dr. Arieffiah menuturkan akan banyak ditemukan bakteri bakteri, jamur bahkan virus yang jauh lebih berbahaya.
Dibandingkan dengan virus yang mudah tercuci dengan panas atau perlakuan tertentu, bakteri maupun jamur memiliki kemungkinan hidup jauh lebih lama dalam serat kain.
“Kulit memang memiliki kemampuan untuk memproteksi manusianya tapi jika kondisi bakteri dari luar jauh lebih banyak, pastinya akan kewalahan,” tuturnya.
Apalagi jika pemakai sebelumnya memiliki penyakit diare, bakteri bisa berpindah kepada pemakai setelahnya.
Dr. Arieffiah menambahkan, kutu rambut juga bisa memungkinkan ada pada pakaian bekas sejenis wol.
Dalam penelitian yang diterbitkan di National Library of Medicine, terungkap bahwa pakaian bekas dapat membawa risiko infeksi mikroba, termasuk bakteri, jamur, parasit, dan virus.
Pada tahun 2018-2019, sebuah penelitian dilakukan di Iran terhadap 800 pakaian bekas, dengan 400 pakaian dicuci dan 400 lainnya tidak dicuci.
Hasilnya menunjukkan bahwa 22 pakaian atau 2,7% dari sampel yang diambil positif mengandung parasit dan kontaminasi ektoparasit.
Beberapa parasit seperti telur Enterobius, Pediculus spp., dan Sarcoptes scabiei ditemukan pada pakaian yang tidak dicuci, namun tidak terdapat kontaminasi parasit pada pakaian bekas yang dicuci. (*/YN)
Editor: Muhammad Azmi Mursalim
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News