Nasional, gemasulawesi - Kabar mengenai PHK besar-besaran di industri tekstil Indonesia menjadi viral dan mendapat banyak perhatian dari publik.
Kondisi ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah pekerja yang terkena dampaknya, dengan satu per satu pabrik tekstil di tanah air harus menutup operasionalnya.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, penurunan pesanan hingga tak ada order sama sekali memaksa pabrik-pabrik tekstil ini untuk menutup usahanya, yang berakibat pada PHK massal.
Salah satu contoh terbaru adalah PT S. Dupantex di Jalan Pantura, Pekalongan, Jawa Tengah.
Pada 6 Juni lalu, pabrik ini terpaksa melakukan PHK terhadap sekitar 700 pekerja.
Tak hanya PT S. Dupantex, ada juga PT Alenatex di Jawa Barat yang juga melakukan PHK dengan jumlah karyawan yang sama yakni 700 pekerja.
Pabrik lain yang mengalami penutupan adalah PT Kusumahadi Santosa di Jawa Tengah dengan PHK sekitar 500 orang, PT Pamor Spinning Mills di Jawa Tengah dengan PHK sekitar 700 orang.
Lalu ada juga PT Kusumaputra Santosa di Jawa Tengah dengan PHK sekitar 400 orang, dan PT Sai Apparel di Jawa Tengah dengan PHK sekitar 8.000 orang.
Penutupan dan pengurangan karyawan ini menambah panjang daftar pabrik tekstil yang telah melakukan PHK sejak awal tahun 2024.
Beberapa pabrik memilih untuk melakukan efisiensi, sementara yang lain terpaksa tutup karena tidak mampu lagi bertahan di tengah kondisi pasar yang sulit.
Adapaun beberapa pabrik yang melakukan PHK karena efisiensi operasional itu diantaranya PT Sinar Pantja Djaja di Jawa Tengah dengan PHK sekitar 2.000 karyawan, PT Bitratex di Jawa Tengah dengan PHK sekitar 400 karyawan.
Lalu ada PT Djohartex di Jawa Tengah dengan PHK sekitar 300 karyawan, dan PT Pulomas di Jawa Barat dengan PHK sekitar 100 karyawan.
"PHK sekarang banyak terjadi, namun banyak yang tidak melaporkannya. Beberapa perusahaan melakukan PHK secara bertahap dan belum di-update. Tapi lama-lama, karyawannya habis," ujar Ristadi.
Ia juga mengungkapkan bahwa perusahaan sering kali ragu atau takut melaporkan atau mengaku telah melakukan PHK karena khawatir akan memengaruhi kepercayaan dari pihak perbankan dan pembeli.
"Sering kali ada yang protes atau bahkan mengancam somasi karena mengungkapkan perusahaan mereka telah melakukan PHK," kata Ristadi.
Lebih lanjut Ristadi menekankan pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam pelaporan PHK oleh perusahaan.
Menurutnya, jika PHK tidak dilaporkan, pemerintah bisa salah menginterpretasikan situasi industri tekstil dan menganggap semuanya baik-baik saja.
"Tetapi jika tidak diungkapkan, nanti bisa saja pemerintah bersikap seolah-olah tidak ada masalah. PHK massal mungkin dianggap hanya isapan jempol atau karangan belaka dari kami, padahal banyak pekerja yang sudah menjadi korban PHK," lanjutnya.
Ristadi berharap pemerintah segera mengambil tindakan cepat untuk mengatasi gelombang PHK yang terus melanda pabrik-pabrik manufaktur di dalam negeri.
Tidak hanya pabrik tekstil, tetapi juga industri alas kaki (sepatu) dan pabrik padat karya lainnya.
Baca Juga:
Terdampak Banjir Bandang, BPBD Terus Lakukan Proses Evakuasi di Desa Sibalago Parigi Moutong
"PHK ini akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat yang kemudian akan memengaruhi ekonomi Indonesia secara keseluruhan," tegasnya.
Berita mengenai gelombang PHK ini menjadi viral dan mendapat beragam komentar dari netizen.
Akun Instagram svp*** menulis, "Semakin banyak pengangguran, semakin tinggi tingkat kriminal nantinya."
Pengguna lain juga menyoroti langkah yang sebaiknya diambil pemerintah.
"Seharusnya pemerintah memajukan sektor pangan karena dibutuhkan setiap hari, sedangkan tekstil tidak dibutuhkan setiap hari," komentar akun @pra***.
Situasi ini menunjukkan betapa rentannya industri manufaktur, terutama tekstil, terhadap fluktuasi pasar global dan domestik.
Penurunan pesanan dari pembeli internasional dan peningkatan biaya produksi membuat banyak pabrik tidak lagi mampu beroperasi secara efisien.
Penutupan pabrik-pabrik tekstil tidak hanya berdampak langsung pada pekerja yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga memberikan efek domino pada ekonomi lokal dan nasional. (*/Shofia)