Nasional, gemasulawesi - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia terus mengalami badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengkhawatirkan.
Data terbaru menunjukkan bahwa hingga semester pertama tahun ini, lebih dari 13.800 pekerja telah mengalami PHK di sektor ini karena penurunan pesanan yang signifikan, bahkan hingga tidak ada pesanan sama sekali.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menanggapi situasi ini dengan serius.
Dia menekankan pentingnya upaya efisiensi di industri tekstil jika memang diperlukan, namun juga menggarisbawahi pentingnya dialog sosial yang konstruktif antara buruh dan pengusaha di sektor tersebut.
"Upaya lain yang bisa dilakukan adalah efisiensi di dalam perusahaan, namun yang lebih penting adalah menjaga dialog yang baik antara pengusaha dan pekerja," ujar Menaker Ida Fauziyah dalam pertemuan di DPR RI.
Selain itu, Menaker Ida juga menekankan perlunya memastikan bahwa perusahaan yang melakukan PHK mematuhi semua aturan perundang-undangan terkait hak-hak pekerja.
"Jika memang terpaksa harus melakukan PHK, maka hak-hak pekerja harus dijamin sesuai dengan undang-undang," tambahnya.
Meskipun demikian, situasi di industri TPT terus memperlihatkan ketegangan. Salah satu kasus terbaru yang mencuat adalah PHK massal yang dilakukan oleh PT Sai Apparel Industries di Semarang, Jawa Tengah.
Jumlah pekerja yang terkena dampak PHK dari perusahaan ini mencapai 8.000 orang.
PT Sai Apparel Industries sebelumnya memiliki sekitar 14.000 karyawan.
Namun, seiring dengan terus menurunnya pesanan dan kondisi ekonomi yang tidak menentu, perusahaan ini terpaksa mengambil keputusan sulit dengan menutup total pabriknya.
Kasus ini menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh banyak perusahaan di industri TPT di Indonesia.
Meskipun beberapa perusahaan telah melakukan upaya efisiensi dan berdialog dengan baik antara manajemen dan pekerja, namun kenyataannya masih banyak pekerja yang harus mengalami dampak PHK yang menyakitkan.
Kondisi ini menunjukkan urgensi untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap struktur dan dinamika industri TPT di Indonesia.
Diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk mencari solusi yang berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ini.
Selain itu, pendekatan yang inklusif dan berorientasi pada keberlanjutan menjadi kunci dalam membangun industri TPT yang lebih kuat dan berdaya saing di masa depan.
Harapan besar ditujukan kepada pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menciptakan lingkungan kerja yang adil, berkeadilan, dan berkelanjutan bagi seluruh pekerja industri TPT di Indonesia. (*/Shofia)