Purwakarta, gemasulawesi - PT Sepatu Bata Tbk (BATA), sebuah perusahaan sepatu yang sudah lama beroperasi di Indonesia, kini harus menutup pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat.
Penutupan pabrik PT Sepatu Bata Tbk ini terjadi karena perusahaan mengalami kerugian selama empat tahun terakhir, dengan kerugian mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya.
Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri, pihaknya memastikan bahwa semua hak pekerja PT Sepatu Bata Tbk harus diberikan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Hal ini diungkapkan sebagai tanggapan terhadap penutupan pabrik BATA.
Indah Anggoro Putri menekankan bahwa dalam kondisi perusahaan bangkrut atau tidak mampu lagi mempertahankan usahanya, semua hak pekerja harus dipenuhi.
“Prinsipnya dari Kemnaker adalah jika sebuah bisnis sudah tak dapat dipertahankan (bangkrut), hak-hak pekerja harus diberikan sesuai aturan dan disepakati bersama,” tegasnya.
Dari data terbaru yang didapatkan, terdapat sekitar 230 orang yang terkena dampak PHK akibat penutupan pabrik BATA.
Meskipun perusahaan menawarkan uang kompensasi sebesar 1 kali Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK), namun buruh melakukan negosiasi untuk menambah jumlah pesangon yang mereka terima.
Alin Kosasih, Ketua Pimpinan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Purwakarta, menyatakan bahwa buruh PT Sepatu Bata mengalami keterkejutan besar dengan penutupan pabrik.
Mereka berusaha untuk mendapatkan pesangon yang lebih besar sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi yang mereka hadapi.
Selain itu, perlu dicatat bahwa PT Sepatu Bata Tbk sudah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1931.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan ini terus mengalami kerugian yang signifikan. Pada tahun 2022 saja, BATA mencatat kerugian mencapai Rp 60,63 miliar.
Angka tersebut meningkat drastis dari tahun sebelumnya yang mencatat rugi senilai Rp 58,21 miliar.
Direktur Sepatu Bata, Hatta Tutuko, menyatakan bahwa perusahaan telah berusaha sekuat tenaga untuk tetap bertahan di tengah tantangan industri yang semakin berat akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen.
Namun, permintaan terhadap produk-produk dari pabrik Purwakarta terus menurun, sehingga perusahaan tidak bisa melanjutkan produksi di sana.
Dalam konteks ini, penutupan pabrik BATA di Purwakarta bukan hanya berdampak pada buruh yang terkena PHK, tetapi juga mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh industri manufaktur di Indonesia.
Perubahan perilaku konsumen, persaingan pasar yang semakin ketat, dan dampak pandemi COVID-19 menjadi faktor-faktor utama yang memengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan seperti BATA.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus mengawasi dan memastikan bahwa hak-hak pekerja dilindungi sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (*/Shofia)