Medan, gemasulawesi - Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Medan, Rosmaida Asianna Purba, memberikan klarifikasi mengenai kontroversi yang melibatkan seorang ayah murid yang mengamuk di sekolah.
Kejadian ini dipicu karena anaknya, Maulidza Sari Febrianti, tidak naik kelas meskipun memiliki prestasi akademis yang bagus di SMA Negeri 8 Medan.
Rosmaida, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Medan dengan tegas menyatakan bahwa keputusan tersebut tidak didasari oleh sentimen pribadi atau laporan dugaan pungli dan korupsi, seperti yang dituduhkan oleh orang tua murid.
Menurut penjelasan Rosmaida, alasan Maulidza tidak naik kelas murni disebabkan oleh tingginya jumlah absensi tanpa keterangan.
Selama satu tahun pelajaran, Maulidza absen sebanyak 52 hari, yang jauh melebihi batas ketidakhadiran tanpa keterangan yang diatur oleh Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016.
Permendikbud tersebut menetapkan bahwa ketidakhadiran tanpa keterangan tidak boleh melebihi 27 hari dalam setahun.
"Absensi Maulidza Sari Febrianti mencatat 34 hari tanpa keterangan, terbagi menjadi sebelas hari pada semester I dan dua puluh tiga hari pada semester II. Selain itu, dia juga absen karena sakit selama delapan belas hari. Secara total, dia absen selama lima puluh dua hari dalam satu tahun," jelas Rosmaida.
Rosmaida menegaskan bahwa kebijakan ini diterapkan secara konsisten sesuai dengan peraturan yang berlaku di SMA Negeri 8 Medan.
Keputusan kenaikan kelas bagi siswa didasarkan pada rapat dewan pendidikan atau dewan guru di sekolah, yang mempertimbangkan berbagai faktor termasuk prestasi akademis dan ketidakhadiran siswa.
Dalam klarifikasi tersebut, Rosmaida juga membantah keras tuduhan yang menyatakan bahwa SMA Negeri 8 Medan terlibat dalam praktik pungutan liar atau korupsi.
Meskipun telah ada laporan ke polisi terkait dugaan pungli, Rosmaida menegaskan bahwa semua tudingan tersebut tidak berdasar dan mereka sedang menjalani proses pemeriksaan yang objektif.
"Kami sangat menyesalkan sikap orang tua siswi tersebut yang menuduh SMA Negeri 8 melakukan pungutan liar atau korupsi tanpa bukti yang jelas. Saya memang telah dilaporkan oleh orang tua tersebut ke Polda Sumut terkait dugaan pungli di sekolah ini, dan saat ini saya sedang menjalani pemeriksaan," ujarnya.
Baca Juga:
Agar Nilai Tukar Rupiah Kembali Menguat, Wapres Ungkap Pemerintah Akan Terus Berupaya Menekan
Awal mula insiden ini menjadi viral di media sosial ketika sebuah video yang memperlihatkan Coky Indra dengan emosi tinggi menyuarakan ketidakpuasannya atas keputusan sekolah yang dianggapnya tidak adil.
Menurut Coky, anaknya ditinggalkan kelas karena masalah absensi, namun dia menolak alasan tersebut sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.
Coky mengungkapkan bahwa selama ini ia dan orang tua lainnya diminta membayar sejumlah uang bulanan kepada sekolah, yang menurutnya merupakan praktik pungutan liar yang tersembunyi di balik kedok administrasi sekolah.
Menurut Coky, keputusan sekolah ini terkait dengan laporan korupsi yang ia ajukan ke Polda Sumatera Utara terhadap Rosmaida Asianna Purba.
Laporan ini diduga memicu konflik pribadi antara Coky dan kepala sekolah, yang kemudian berdampak negatif pada pendidikan anaknya.
Pada hari Sabtu lalu, Coky bersama orang tua lainnya mendatangi kantor sekolah untuk menuntut kejelasan dan keadilan terkait nasib MSF.
"Saya tidak akan diam. Saya akan terus memperjuangkan hak anak saya. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang harus diusut tuntas," tegas Coky dalam pernyataannya.
Selain menuntut kejelasan mengenai alasan tidak naik kelas MSF, Coky juga mengajukan seruan agar praktik pungutan liar dan korupsi di SMA Negeri 8 segera dihentikan.
Baca Juga:
Bencana Banjir Bandang Parigi Moutong, Status Tanggap Darurat di Sejumlah Desa Terdampak Ditetapkan
Dia berharap laporan yang telah disampaikannya ke pihak berwajib dapat ditindaklanjuti dengan serius untuk menjaga integritas pendidikan di sekolah tersebut. (*/Shofia)