Aceh, gemasulawesi - Sebanyak 76 imigran etnis Rohingya terdampar di Pantai Leuge, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.
Mereka tiba menggunakan kapal motor kayu setelah enam jam terombang-ambing di lautan sebelum akhirnya diizinkan mendarat pada Rabu, 29 Januari 2025, sekitar pukul 20.00 WIB.
Dari total jumlah tersebut, 40 di antaranya adalah pria, 32 wanita, dan empat bayi.
Sebelumnya, para imigran tersebut tidak diperbolehkan turun dari kapal hingga pihak terkait seperti International Organization for Migration (IOM) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) tiba di lokasi.
Baca Juga:
Viral Tukang Parkir di Karawang Tidak Terima Diberi Uang Recehan, Ngamuk dan Tantang Pengemudi Mobil
Setelah adanya koordinasi, diputuskan bahwa tanggung jawab atas para imigran ini akan diberikan kepada UNHCR dan IOM untuk memastikan mereka mendapatkan penanganan yang layak sesuai dengan standar internasional bagi pengungsi.
Terdamparnya imigran etnis Rohingya di Aceh Timur ini bukanlah yang pertama kali terjadi pada tahun 2025.
Sebelumnya, sebanyak 264 imigran etnis Rohingya mendarat di pesisir Pantai Alue Bu Tuha, Kecamatan Peureulak Barat, pada Minggu, 5 Januari 2025.
Kedatangan mereka menjadi peristiwa besar di awal tahun yang kembali menyoroti gelombang pengungsi Rohingya ke wilayah Indonesia, khususnya ke Aceh.
Dari 264 imigran yang mendarat pada awal Januari tersebut, sebanyak 117 orang di antaranya adalah laki-laki, sedangkan 147 lainnya adalah perempuan.
Besarnya jumlah imigran yang tiba dalam waktu yang berdekatan menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat dan mendorong berbagai pihak untuk menyoroti penanganan pengungsi di wilayah Aceh.
Kasus pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh menjadi perhatian tersendiri, terutama karena daerah ini kerap menjadi tujuan utama bagi mereka yang melarikan diri dari situasi sulit di negara asalnya.
Meski masyarakat Aceh dikenal dengan sikap kemanusiaan yang tinggi dan sering kali membantu para pengungsi, jumlah yang terus bertambah setiap tahunnya menimbulkan tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Baca Juga:
IRT di Konawe Sulawesi Tenggara Dibayar Rp3 Juta untuk Kemas Sabu 1 Kg, Polisi Buru Pemasok Utama
Pemerintah pusat diharapkan dapat lebih serius dalam menangani permasalahan ini agar tidak menjadi beban yang berlebihan bagi daerah yang menjadi tujuan pendaratan pengungsi.
Jika kedatangan mereka terus dibiarkan tanpa solusi yang jelas, dikhawatirkan akan mempengaruhi kehidupan warga lokal, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun keamanan. (*/Risco)