Sigi, gemasulawesi – Polres Sigi Polda Sulawesi Tengah memetakan kesiapan untuk pengamanan Pilkada tahun 2024 untuk menciptakan keamanan dan juga ketertiban masyarakat atau Kamtibmas di daerah tersebut.
Kapolres Sigi, AKBP Reja A Simanjuntak, mengatakan pihaknya melakukan rapat koordinasi lintas sektoral dalam rangka kesiapan pengamanan Pilkada tahun 2024 di Kabupaten Sigi dengan unsur forum komunikasi pimpinan daerah atau Forkopimda dengan KPU dan juga Bawaslu setempat.
Dalam keterangannya kemarin, tanggal 31 Juli 2024, AKBP Reja A Simanjuntak menuturkan saat ini di Kabupaten Sigi mempunyai 5 polsek dan juga 2 Kasubsektor di daerah tersebut yang siap melakukan pengamanan Pilkada 2024.
Dia menyampaikan jadi setiap Polsek itu dapat menangani hingga 2 wilayah kecamatan terkait pengamanan Pilkada di Sigi.
“Tujuan pertemuan ini untuk menyamakan persepsi, menyelaraskan rencana tindakan dan meningkatkan keterpaduan antara TNI dan Polri, KPU, Bawaslu, pemda dan masyarakat dalam melaksanakan pengamanan tahapan Pilkada tahun 2024 di Kabuapaten Sigi,” katanya.
Dikutip dari Antara, dia menuturkan perkiraan gangguan dan ancaman selama Pilkada ada beberapa tahapan, yakni saat pendaftaran paslon, penetapan paslon, tahap kampanye dan tahap pungut suara.
“Tahap rekap hasil suara, penetapan paslon terpilih, sengketa hasil PHPU atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum dan pengesahan, serta pelantikan paslon,” ujarnya.
Dia melanjutkan Polres Sigi nantinya pada pengamanan Pilkada serentak di wilayah itu juga dibantu dari Polda Sulawesi Tengah.
AKBP Reja A Simanjuntak menyebutkan dari personel Polres Sigi siap digunakan untuk pengamanan Pilkada 403 personel dibantu dengan BKO dari Polda Sulawesi Tengah dan BKO Brimob Polda Sulawesi Tengah.
Reja menerangkan pengamanan Pilkada itu meliputi penjagaan kantor KPU, Bawaslu dan pengawal pribadi atau Walpri untuk setiap pasangan calon kepala daerah dan juga setiap TPS masing-masing wilayah.
Berdasarkan indeks potensi kerawanan dalam penyelenggaraan Pilkada berdasarkan analisa Baintelkam Polri, yakni adanya dugaan ketidaknetralan penyelenggara Pilkada, kekurangan dan tertukarnya surat suara, keterlambatan logistik ke lokasi TPS, politik uang dan titik lokasi TPS yang jaraknya jauh.
Lalu adanya isu SARA yang berpotensi terjadinya konflik horizontal dan adanya penyelenggara Pemilu, serta personel pengamanan yang sakit ataupun meninggal dunia. (Antara)