Tegal, gemasulawesi - Kematian tragis seorang dokter muda dari RSUD Kardinah Tegal, yang ditemukan tewas di kamar kosnya di Jalan Lempongsari, Kota Semarang, telah mengejutkan banyak pihak dan memicu kontroversi.
Korban, yang dikenal sebagai seorang dokter spesialis anestesi, diduga meninggal dunia akibat suntikan obat bius yang diberikan secara mandiri.
Kematian ini diduga terkait dengan tekanan psikologis berat yang dialaminya selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Kabar kematian dokter muda ini pun dengan cepat beredar luas di media sosial setelah dibagikan oleh akun Twitter @bambangsuling11.
"Mohon bantuan RTnya karena ada indikasi kasus ini ditutupi," tulis akun tersebut usa menjelaskan detail terkait kematian dokter tersebut.
Dalam cuitannya, akun Twitter @bambangsuling11 mengungkap jika korban ditemukan meninggal pada 12 Agustus 2024 dengan suntikan obat bius dosis berat di lengannya.
Obat ini, yang biasanya digunakan oleh dokter spesialis anestesi dan harus diberikan melalui infus, menunjukkan bahwa korban mungkin sedang dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Korban diketahui telah mengeluh tentang rasa sakit yang dideritanya dan merasa tertekan oleh perundungan yang dialaminya di tempat kerja.
Hal ini diperkuat oleh penemuan buku harian korban yang menyebutkan ketidakmampuannya untuk menahan perundungan.
Pihak PPDS Anestesi Undip Semarang awalnya menyebutkan bahwa korban sering menyuntikkan obat tersebut ke tubuhnya karena mengeluhkan sakit saraf kejepit.
Namun, informasi ini tampaknya tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan lebih lanjut, yang mengungkap bahwa suntikan obat tersebut dilakukan dalam dosis yang tidak sesuai dengan prosedur medis standar.
Kapolsek Gajahmungkur Kota Semarang, Kompol Agus Hartono, mengonfirmasi bahwa korban memang menyuntikkan obat anestesi dosis berat ke tubuhnya, tetapi menjelaskan bahwa obat tersebut seharusnya diberikan melalui infus dan bukan suntikan langsung.
Penemuan buku harian korban menambah kompleksitas kasus ini, mengungkapkan bahwa korban merasa tidak mampu menahan tekanan psikologis yang dihadapinya.
Buku harian tersebut menyebutkan berbagai bentuk perundungan yang diterima korban dari rekan-rekannya selama menjalani pendidikan spesialis.
Hal ini menggambarkan situasi yang semakin memprihatinkan dan menunjukkan adanya masalah serius dalam lingkungan pendidikan medis.
Kematian dokter muda ini tidak hanya menjadi perhatian karena cara kematiannya, tetapi juga menyoroti masalah perundungan dan tekanan yang dialami oleh tenaga medis di lingkungan pendidikan mereka.
Kasus ini mengundang perhatian banyak pihak dan diharapkan dapat memicu reformasi dalam sistem pendidikan medis serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental di tempat kerja.
Di media sosial, beragam komentar pun bermunculan.
"Gambaran kecil Nakes kita, no wonder pelayanan kesehatan masih banyak yang buruk, karena mereka menyimpan dendam ke senior," komentar akun @kur***.
Tak sedikit yang menyampaikan empati dan berharap kasus ini bisa segera tertangani.
"Astaga, udah di tahap dokter aja masih kena per bully an. Semoga tenang disana ya mba, pelaku perundungan harus dijerat hukum," komentar warganet lainnya.
Kini pihak kepolisian dan institusi pendidikan diharapkan dapat segera melakukan penyelidikan mendalam dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Masyarakat juga diimbau untuk memberikan dukungan kepada keluarga korban dan korban lainnya yang mungkin mengalami situasi serupa. (*/Shofia)
Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.