Jakarta Selatan, gemasulawesi - Kasus tragis balita berusia satu tahun yang meninggal dunia setelah diduga dibanting oleh ibu kandungnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan, kini menjadi fokus penyelidikan kepolisian.
Pelaku berinisial TY (35) yang diketahui merupakan ibu kandung balita tersebut saat ini tengah menjalani pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa penyelidikan yang dilakukan oleh pihaknya menghadapi kendala serius karena keluarga korban menolak untuk dilakukan autopsi.
Penolakan ini dituangkan dalam surat pernyataan dari keluarga.
"Informasi yang kami terima dari penyidik menyebutkan bahwa pihak keluarga tidak bersedia dilakukan autopsi. Hal ini telah dinyatakan dalam surat resmi dari mereka," ujar Ade Ary Syam Indradi, dikutip pada Jumat, 9 Agustus 2024.
Keluarga korban mengaku sudah ikhlas dan tidak tega jika harus melalui proses autopsi, meskipun prosedur tersebut sangat penting untuk menentukan secara pasti penyebab kematian.
Penolakan ini tentu memperumit proses hukum, namun polisi berupaya untuk tetap melanjutkan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti lain yang relevan.
Menurut keterangan Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, peristiwa tragis tersebut terjadi pada Minggu, 4 Agustus 2024 ketika TY dan anaknya sedang berada di teras rumah mereka.
Tanpa diduga, TY tiba-tiba membanting anaknya ke lantai teras yang terbuat dari keramik.
"Saat itu, keduanya sedang duduk di teras, kemudian tiba-tiba ibu kandung tersebut langsung membanting anaknya hingga kepala sang balita terbentur lantai keramik," jelas Nurma.
Akibat benturan tersebut, sang balita mengalami cedera parah dan akhirnya meninggal dunia. Meskipun pihak keluarga telah mengikhlaskan kematian anak tersebut, kepolisian tetap harus mendalami latar belakang dan motif di balik tindakan ini.
Dalam penyelidikan awal, muncul dugaan bahwa TY mungkin memiliki riwayat gangguan psikologis.
Baca Juga:
Wujudkan Upaya Perlindungan Perempuan dan Anak, Pemerintah Provinsi Bengkulu Kukuhkan Satgas PPA
Nenek dari korban mengungkapkan bahwa TY menunjukkan tanda-tanda masalah mental sebelumnya.
"Menurut keterangan dari nenek korban, ada indikasi bahwa pelaku memiliki riwayat masalah psikologis," ujar Nurma.
Atas dasar ini, polisi membawa TY ke RS Polri Kramat Jati untuk menjalani pemeriksaan psikologis.
Pemeriksaan ini menjadi salah satu aspek penting dalam penyelidikan karena kondisi mental pelaku dapat mempengaruhi jalannya proses hukum dan pertimbangan dalam pengadilan nanti.
Kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat yang prihatin atas nasib sang balita.
Banyak yang mengecam tindakan TY, sementara ada juga yang menunjukkan keprihatinan terhadap kemungkinan masalah kesehatan mental yang dialami pelaku.
"Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan mendalam," kata Nurma, menegaskan bahwa pihak kepolisian berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini meskipun dihadapkan pada beberapa tantangan.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat dan pemerintah akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental, terutama dalam mendeteksi dan menangani gangguan sejak dini.
Kepolisian diharapkan dapat mengungkap kebenaran di balik kasus ini dan memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. (*/Shofia)