Nasional, gemasulawesi - Pemerintah Indonesia baru-baru ini membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah melarangnya selama dua dekade.
Kebijakan baru ini, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024, telah memicu kontroversi dan protes di masyarakat.
Sebelumnya, sejak 2003, ekspor pasir laut dilarang untuk melindungi lingkungan dan mencegah kerusakan ekosistem laut.
Larangan ini diatur dalam Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003.
Dengan adanya kebijakan baru, pemerintah beralasan bahwa ekspor pasir laut dapat dilakukan dengan syarat ketat untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan domestik dan potensi ekonomi.
Menurut peraturan baru, ekspor pasir laut hanya diperbolehkan jika kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang juga dikeluarkan di bawah arahan Presiden Joko Widodo.
Dalam PP ini, Jokowi memberikan izin untuk pengerukan pasir laut dengan tujuan mengendalikan sedimentasi, dengan syarat bahwa aktivitas tersebut dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia.
Namun, keputusan ini tidak diterima dengan baik oleh banyak pihak.
Di media sosial, berbagai komentar bermunculan, dengan banyak warganet yang mengungkapkan kekhawatiran tentang dampak lingkungan dari kebijakan ini.
"Wah bisa rusak lingkungan hidup dan pantai-pantai di negara ini. Bapak apa tidak memikirkan nasib anak cucu bangsa ke depannya?" komentar akun @cec***.
Tak sedikit yang berpendapat bahwa pembukaan ekspor pasir laut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem laut yang sudah rapuh dan menambah masalah lingkungan yang sudah ada.
"Serius kok malah bikin alam rusak sih, maunya apa," komentar akun @rif***.
Dalam hal ini, pemerintah berkomitmen untuk menerapkan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas ekspor dan memastikan bahwa semua kegiatan dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada.
Mereka juga menekankan bahwa kebijakan ini diambil untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam sambil menjaga keseimbangan antara kebutuhan domestik dan potensi pendapatan dari ekspor.
Sebagai respons terhadap kebijakan ini, masyarakat diminta untuk terus memantau pelaksanaan regulasi dan memastikan bahwa semua pihak mematuhi aturan yang telah ditetapkan.
Keterbukaan dan transparansi dalam pelaksanaan kebijakan ini akan menjadi kunci untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan dan memastikan manfaat ekonomi yang adil bagi semua pihak. (*/Shofia)