Nasional, gemasulawesi - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terus mendalami dugaan korupsi impor gula yang diduga merugikan negara hingga Rp 400 miliar.
Salah satu pihak yang kini menjadi sorotan dalam penyelidikan ini adalah mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong.
Meskipun Kejagung telah menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka, mereka menyatakan bahwa hingga kini belum ada bukti yang cukup untuk membuktikan adanya aliran dana langsung kepada mantan menteri tersebut.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyebutkan bahwa dugaan aliran dana yang melibatkan Tom Lembong akan terus diselidiki.
Penyidik Kejagung masih mendalami sejumlah bukti untuk menemukan apakah ada keuntungan yang dinikmati oleh Tom Lembong dalam proses impor gula tersebut.
"Kerugian negara yang sudah dihitung ini akan terus diperiksa detailnya, termasuk apakah ada aliran dana yang terlibat,” kata Harli dikutip pada Jumat, 1 November 2024.
Kasus ini bermula dari kebijakan yang diterbitkan pada Januari 2016 ketika Tom Lembong, sebagai Menteri Perdagangan, menandatangani Surat Penugasan untuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Surat tersebut memberikan mandat bagi PT PPI untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang saat itu mengalami defisit sekitar 200.000 ton.
Baca Juga:
Kecelakaan Maut di Tol Pemalang Tewaskan 3 Kru TvOne, Begini Pengakuan Korban yang Selamat
Sebagai langkah pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga, PT PPI diinstruksikan untuk bekerja sama dengan produsen dalam negeri guna mengimpor Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 300.000 ton dan mengolahnya menjadi Gula Kristal Putih (GKP).
Namun, dalam praktiknya, kebijakan ini diduga disalahgunakan oleh sejumlah oknum untuk mengambil keuntungan pribadi.
Kejagung menduga terdapat kongkalikong antara Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI periode 2015-2016, Charles Sitorus, dengan delapan perusahaan swasta yang berperan dalam proses impor gula tersebut.
Melalui kerja sama ini, gula yang telah diolah kemudian dijual di pasar dengan harga tinggi, melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Baca Juga:
3 Orang Tewas! Ini Data Korban Kecelakaan Maut Kru TVOne di Tol Pemalang Jawa Tengah
Dalam mekanisme yang seharusnya bertujuan untuk menjaga harga gula tetap stabil, delapan perusahaan swasta yang bekerja sama dengan PT PPI justru menjual Gula Kristal Putih hasil olahan dengan harga mencapai Rp 16.000 per kilogram, jauh di atas HET yang ditetapkan sebesar Rp 13.000 per kilogram.
Kejagung menemukan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut seolah menjual gula tersebut langsung ke pasar melalui distributor tanpa benar-benar melalui PT PPI, sehingga PT PPI dianggap hanya sebagai perantara formal.
Akibat dari praktik tersebut, negara mengalami kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 400 miliar.
Kerugian ini bukan hanya terkait dengan perbedaan harga yang diterima masyarakat, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mengenai aliran dana yang mungkin mengalir ke pihak-pihak terkait, termasuk dugaan keuntungan yang bisa saja dinikmati oleh para tersangka dalam skema tersebut.
Baca Juga:
Sebanyak 4 Gunung Api di Provinsi Sulawesi Utara Berada dalam Status Waspada
Kejagung saat ini tengah melakukan penyelidikan untuk menemukan aliran dana yang mungkin diterima oleh Tom Lembong maupun pejabat lainnya yang terlibat dalam pengambilan keputusan impor gula ini.
Menurut Harli, keuntungan yang didapatkan dari penjualan gula di atas HET akan diperiksa secara rinci, termasuk pihak-pihak yang berpotensi menerima dana tersebut.
“Keuntungan yang diperoleh dari penjualan gula di atas HET ini akan diperiksa, apakah ada aliran dana ke pihak tertentu,” jelas Harli.
Kejagung memastikan bahwa seluruh informasi yang terkait dengan kongkalikong ini akan digali lebih dalam untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam korupsi ini.
Baca Juga:
BKKBN Sulawesi Utara Harap Pengelolaan Rumah DataKu Ikut Didukung Anggaran Pemda Kabupaten dan Kota
Dengan pemeriksaan yang masih berjalan, Kejagung berharap bahwa penegakan hukum dalam kasus ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang praktik korupsi yang merugikan keuangan negara.
Sementara itu, publik terus menunggu hasil penyelidikan yang lebih rinci terkait keterlibatan para tersangka dalam kasus impor gula yang menjadi sorotan besar ini. (*/Shofia)