Nasional, gemasulawesi - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI memberikan apresiasi terhadap proses penegakan hukum dalam kasus penembakan bos rental mobil di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak.
Kasus ini mendapatkan perhatian luas setelah majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada dua anggota TNI yang menjadi pelaku utama dalam insiden tersebut.
Pengadilan Militer Jakarta menjatuhkan vonis terhadap KLK Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli dengan pidana penjara seumur hidup.
Keputusan ini dijatuhkan karena keduanya terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana serta penadahan yang berujung pada perampasan nyawa orang lain.
Selain itu, putusan hakim juga menyebut bahwa keduanya telah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain dua terdakwa utama, seorang anggota TNI lainnya, Sersan Satu Rafsin Hermawan, juga dijatuhi hukuman pidana penjara selama empat tahun.
Majelis hakim menyatakan bahwa yang bersangkutan terbukti melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Meski tidak mendapatkan hukuman seberat dua terdakwa lainnya, vonis ini tetap menjadi bagian dari upaya penegakan hukum dalam kasus ini.
Ketiga terdakwa juga diberikan hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer TNI Angkatan Laut.
Hakim menilai bahwa sebagai prajurit terdidik, mereka seharusnya menjalankan tugas melindungi masyarakat, bukan sebaliknya melakukan tindakan yang merugikan dan bahkan menghilangkan nyawa warga sipil.
Keputusan pemecatan ini pun dipandang sebagai langkah tegas untuk menegakkan kedisiplinan dalam institusi militer.
Terkait dengan vonis ini, Komnas HAM menilai bahwa penegakan hukum dalam kasus tersebut berjalan dengan baik dan sesuai dengan prinsip keadilan.
Menurut Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, vonis yang dijatuhkan kepada para terdakwa telah sejalan dengan rekomendasi yang sebelumnya diberikan oleh Komnas HAM.
"Putusan Pengadilan Militer II-08 tersebut sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM, yaitu meminta penegakan hukum yang adil dan transparan terkait adanya peristiwa pembunuhan di luar proses hukum," jelas Uli Parulian pada Rabu, 26 Maret 2025.
Meskipun mengapresiasi putusan yang telah diambil oleh Pengadilan Militer, Komnas HAM juga menyoroti satu aspek yang dianggap masih kurang dalam proses peradilan ini.
Salah satu hal yang disoroti adalah keputusan pengadilan yang menolak permohonan restitusi bagi korban.
Padahal, restitusi merupakan salah satu bentuk pemulihan yang penting bagi keluarga korban yang terdampak akibat kejadian ini.
"Perlu mempertimbangkan restitusi untuk korban di masa depan," tambah Uli. (*/Risco)