Nasional, gemasulawesi – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasan di balik pemanggilan Country Manager PT Verifone Indonesia, Irni Palar.
Ia telah dipanggil hingga lima kali untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Pemanggilan tersebut terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di bank pemerintah pada periode 2020–2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan, “Yang bersangkutan dipanggil karena termasuk sebagai penyedia dalam pengadaan mesin EDC di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero).”
Baca Juga:
KPK Telusuri Dugaan Penyembunyian Aset oleh Eks Wamenaker Immanuel Ebenezer
Oleh karena itu, menurutnya, KPK memanggil Irni Palar selaku penyedia mesin EDC sebanyak lima kali.
Pemanggilan dilakukan untuk menggali lebih jauh mengenai mekanisme proses pengadaan yang berlangsung.
Selain itu, penyidik juga mendalami dugaan adanya pengondisian agar perusahaan milik Irni dapat memenangkan tender mesin EDC tersebut.
Ia mengatakan, “Materi penyidikan juga mencakup aliran uang, mulai dari mekanismenya, jumlahnya, sampai kepada siapa uang itu diberikan. Semua hal tersebut sedang didalami melalui keterangan saksi-saksi, baik dari pihak swasta maupun penyedia barang dan jasa.”
Baca Juga:
Pemulangan Jenazah Staf KBRI Lima Zetro Leonardo Purba dan Peninjauan Perlindungan Diplomat RI
Berdasarkan data yang diperoleh, KPK telah memanggil Irni Palar sebanyak lima kali sebagai saksi dalam kasus ini.
Pemanggilan itu dilakukan pada 17 Juli 2025, 7 Agustus 2025, 12 Agustus 2025, 22 Agustus 2025, serta 2 September 2025.
Pada 26 Juni 2025, KPK mengumumkan dimulainya penyidikan terkait dugaan korupsi dalam proyek pengadaan mesin EDC.
Beberapa hari kemudian, tepatnya 30 Juni 2025, KPK menyampaikan bahwa nilai proyek tersebut mencapai Rp2,1 triliun serta menetapkan larangan bepergian ke luar negeri bagi 13 orang.
Baca Juga:
Purbaya Yudhi Sadewa Pastikan Kebijakan Fiskal Berlanjut Tanpa Perombakan Radikal
Mereka yang dikenai pencekalan masing-masing berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, EL, NI, RSK, dan SRD.
KPK pada 1 Juli 2025 mengumumkan bahwa dugaan kerugian negara dari kasus pengadaan mesin EDC sementara mencapai Rp700 miliar, setara dengan 30 persen dari total nilai proyek sebesar Rp2,1 triliun.
Kemudian, pada 9 Juli 2025, lembaga antirasuah itu menetapkan lima tersangka, yakni mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH), mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI sekaligus eks Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo (IU), Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL) sebagai Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi.
Pada hari itu juga, KPK mengungkapkan bahwa Rudy Suprayudi menerima aliran dana dari Irni Palar sepanjang 2020 hingga 2024, baik untuk pengadaan mesin EDC Android BRILink dengan skema beli putus maupun mesin EDC Full Managed Service dengan skema sewa, dengan total nilai mencapai Rp19,72 miliar. (*/Zahra)