Politik, gemasulawesi – Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership atau DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, menyatakan jika KPU mengikuti putusan MA yang berkaitan dengan perubahan syarat usia calon kepala daerah, maka KPU dapat terjebak kepentingan politik pragmatis.
Selain itu, menurut Neni Nur Hayati, juga akan menyebabkan hilangnya indepedensi KPu dan imparsialitas penyelenggara Pemilu.
Dalam keterangannya hari ini, 4 Juni 2024, Neni Nur Hayati mengatakan jika KPU tetap mengacu kepada putusan MA, maka hal tersebut dapat memicu iklim kompetisi yang kurang sehat diantara para peserta Pilkada serentak tahun 2024.
Dia menambahkan jika telah seperti ini, tentunya akan menjadi preseden buruk dalam demokrasi lokal yang saat ini sedang berlangsung.
Dia menegaskan jika Indonesia adalah negara hukum, sehingga kepastian dan regulasi hukum yang tersedia sejak awal menjadi hal yang sangat krusial untuk KPU melakukannya.
Sebelumnya, Suharto, menyatakan cepatnya proses pengabulan gugatan yang hanya memakan waktu 3 hari tersebut sebagaimana asas ideal sebuah lembaga peradilan.
“Asasnya Pengadilan dilakukan dengan sederhana, biaya ringan dan cepat,” katanya.
Di sisi lain, Koordinator Penyelenggara Pemilu KPU, Idham Holik, menerangkan jika KPU akan mengadakan rapat internal setelah putusan MA yang mengubah penghitungan batas usia calon kepala daerah terbit.
Diketahui jika putusan tersebut telah diunggah di lama MA dengan status berkekuatan hukum tetap.
Dalam pernyataannya, Idham menyebutkan KPU akan melakukan pengkajian dan juga merapatkannya.
“Saya telah melaporkan putusan MA ke Ketua KPU, Hasyim Asy’ari,” ujarnya.
Menurutnya, KPU yakin pembentuk UU juga sangat paham jika putusan MA mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan final.
Namun, Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, menolak berkomentar mengenai putusan MA tersebut.
“Saya masih belum komentar,” ungkapnya.
Di sisi lain, pakar hukum tata negara yang juga dosen STHI (Sekolah Tinggi Hukum Indonesia) Jentera, Bivitri Susanti, menyatakan pertimbangan hukum untuk putusan MA sangat dangkal.
Baca Juga:
Mengenai Pilkada Jakarta, PKB Ungkap Kemungkinan Bertemu dengan Anies Baswedan Pekan Depan
Dia mengatakan jika sejumlah indikasi dari dangkalnya putusan MA adalah mengacu pada UUD 1945.
“Seharusnya tidak dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam kewenangannya melakukan uji materi perundang-undangan di bawah UU,” terangnya. (*/Mey)