Diduga Solar Tersuplai ke Tambang Emas Ilegal Parimo

waktu baca 6 menit
Foto: Warga di sekitaran hilir Sungai Olaya Parimo, demo minta tambang ilegal ditutup, beberapa waktu lalu. GemasulawesiFoto/Rafii)

Berita parigi moutong, gemasulawesi– Keluhan petani terkait kelangkaan solar, membuat Anggota legislatif (Anleg) DPRD Parimo Provinsi Sulteng menduga peralihan suplai secara sepihak ke tambang ilegal.

“Para petani sangat kesusahan untuk mendapatkan solar itu,” ungkap Anleg DPRD Parimo H Suardi, saat rapat paripurna KUA PPAS di Kantor DPRD Parimo, Kamis 17 September 2020.

Kelangkaan solar untuk petani kata dia, sudah terjadi sekitar satu bulan lamanya. Akibatnya, mereka menjerit kesusahan mengelola dan menjalankan alat pertanian.

Ia menilai dua Stasiun Pengisian Bahan Umum (SPBU) Kampal dan Pembolowo Kecamatan Parigi, hanya memasok bahan bakar minyak jenis solar ke areal pertambangan.

“Dengan kondisi pasokan solar yang langka, para petani yang ingin membajak sawah serta pengunaan mesin alat pertanian, seperti pabrik gilingan padi tidak dapat beroperasi,” urainya.

Kata dia, para petani yang masuk di dua SPBU itu menjadi sangat susah, karena untuk mendapatkan minyak pastinya terjadi perselisihan.

“Petani kewalahan, sebab susahnya mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar,” tuturnya.

Ia meminta, Wabup Parimo harus segera menyelesaikan tuntutan petani karena bisa memicu konflik sosial di lapangan.

Baca: Model Rumah Sederhana Dengan Berbagai Tipe yang Rekomended

Para petani kata dia, bahkan telah melengkapi sejumlah dokumen yang menjadi syarat mereka untuk membeli bahan bakar. Dokumen itu yang didapatkan dari Pemerintah desa dan Kecamatan.

“Artinya, petani bisa mendapatkan solar itu untuk mereka gunakan di areal persawahan, namun di lapangan peruntukannya diduga hanya dialihkan ke pertambangan emas ilegal di Parimo,” terangnya.

Ia meminta melalui rapat paripurna, agar Pemda dalam hal ini Wakil Bupati Parimo agar segera menyelesaikan persoalan keluhan petani. Tujuannya, untuk menstabilkan ekonomi warga di lapangan.

Keberadaan tambang ilegal dan kelangkaan solar masuk akal, pasalnya Polda Sulteng juga melakukan penyelidikan dua kasus tambang ilegal di Kabupaten Parimo yaitu di Kecamatan Moutong dan di Desa Kayuboko

Polda Sulteng tetap serius menangani masalah pertambangan tanpa izin. Setiap ada laporan atau informasi pasti akan ditindak lanjuti. Namun, masalah tambang ilegal ini tidak cukup dilakukan penegakkan hukum atau dilakukan razia besar-besaran. Tapi, perlu ada tata kelola pertambangan yang baik.

Sementara itu, penanggungjawab SPBU Kampal, Aswat saat dikonfirmasi mengatakan, khusus SPBU Kampal saat ini pasokan solar untuk petani porsinya lebih kecil.

“Lebih besar porsinya kepada nelayan,” urainya, di SPBU Kampal, Jumat 18 September 2020.

Namun, kelangkaan solar saat ini juga disebabkan adanya keterlambatan pasokan dari Pertamina.

DPRD Parimo rekomendasikan penutupan aktivitas tambang ilegal.

“Demi kemaslahatan bersama dan kepentingan siaga bencana akibat faktor cuaca saat ini di ,” ungkap Ketua DPRD Ketua DPRD Parimo, Sayutin Budianto Tongani, usai menerima kunjungan aliansi Masyarakat Pesisir di DPRD.

Ia melanjutkan, pihaknya menghindari jangan sampai akibat aktivitas penambangan merusak lingkungan. Sehingga, warga lainnya sampai menanggung akibatnya.

“Salah satu contoh bencana banjir beserta lumpur seperti kejadian di Masamba Sulsel. Peristiwa itu sampai memakan korban jiwa dan material,” ungkap

Mengambil pelajaran dari kejadian itu, pimpinan DPRD bersepakat bersama Aliansi Masyarakat Pesisir, untuk ada ketegasan ketentuan prosedural yang mesti diikuti terkait aktivitas penambangan.

Kesimpulannya, DPRD merekomendasikan kepada pihak kepolisian untuk menghentikan dan menutup aktivitas tambang di Desa Kayuboko.

Kemudian, pihaknya juga memberikan rekomendasi kepada Bupati Parimo agar mengirimkan surat permintaan bantuan kepada penegak hukum untuk melakukan penertiban.

“Kami juga merekomendasikan Bupati agar mengeluarkan surat kepada Gubernur Sulteng, agar mengeluarkan penetapan aturan terkait sistem manajemen pertambangan sesuai prosedur,” urainya.

Artinya, sebelum memenuhi persyaratan manajemen untuk melakukan pertambangan, maka segala bentuk aktivitas tambang adalah ilegal.

Kalaupun, untuk melaksanakan aktivitas tambang baik itu IPR atau WPU, dipersilahkan untuk memenuhi  seluruh persyaratan.

“Kami juga meminta kepada Bupati agar menginstruksikan Dinas Lingkungan Hidup , agar melakukan assesment di kawasan tambang. Tujuannya, untuk mengetahui seberapa besar dampak kerusakan terhadap lingkungan,” jelasnya.

Ia mengatakan, perlu ditelusuri apa penyebab dari bencana banjir di Parimo beberapa hari lalu.

Bisa jadi, selain faktor aktivitas penambangan ilegal, sangat dimungkinkan juga adanya penebangan liar atau ilegal logging di hulu.

“Rekomendasi penutupan aktivitas tambang dari kami ini, berlaku untuk seluruh penambangan ilegal di Parimo,” terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Parimo, Faisan Badja mengatakan pihak Balai Sungai Sulawesi telah meninjau lokasi sungai dimaksud.

Hasil peninjauan, pihak balai akan segera menormalisasi sungai. Tujuannya, agar kejadian banjir tidak terulang lagi.

Keluhkan Tambang Ilegal, Aliansi Masyarakat Pesisir Parimo Sambangi DPRD.

Aliansi Masyarakat Pesisir Parimo sambangi DPRD. Kedatangan mereka untuk menyampaikan keluhan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan di wilayahnya.

Kerusakan lingkungan itu, akibat dari adanya aktivitas tambang emas ilegal di Desa Kayuboko.

“Sebelum menyampaikan keluhan ke DPRD, kami telah meninjau langsung ke wilayah tambang ilegal itu,” tutur koordinator Aliansi Masyarakat Pesisir, Arifin Lamalindu.

Ia melanjutkan, dari penelusuran ke lapangan ditemukan adanya kerusakan dan kerugian yang dialami warga di beberapa tempat yang diakibatkan adanya aktivitas tambang emas ilegal.

Berikut hasil investigasinya. Pertama, aliran sungai di wilayah Desa Olaya setiap hari terlihat sangat keruh dan terdapat sedimen baru berupa lumpur yang tidak pernah jernih.

Kedua, rusaknya kebun dan pekarangan di sepanjang aliran sungai perbatasan Desa Air Panas dan Desa Kayuboko akibat luapan banjir yang bercampur lumpur tambang.

“Hasil investigasi kami yang ketiga adalah terdapat endapan lumpur dengan ketebalan antara 50-90 cm disepanjang pesisir pantai Desa Olaya, Desa Pombalowo yang diduga lumpur itu akibat limbah tambang ilegal,” terangnya.

Keempat, warga tidak dapat menafaatkan air sungai untuk kebutuhan mandi, cuci dan minum ternak akibat dari pencemaran air sungai.

Kelima, pengairan sawah sudah tidak bisa lagi dilakukan akibat dari pencemaran air sungai atau irigasi di Desa Pombalowo, Desa Kayuboko dan Desa Mertasari.

Keenam, pencemaran air sungai juga mengakibatkan berkurangnya produksi tambak udang dan ikan bandeng.

“Akibat limbah tambang ilegal yang bercampur dengan air sungai yang bermuara ke laut juga berdampak pada rusaknya terumbu karang dan biota laut di Desa Olaya, Pombalowo dan Boyantongo,” jelasnya.

Selain itu kata dia, juga berdampak pada matinya telur-telur ikan, udang, kepiting yang ada di sekitar pesisir pantai Desa Olaya hingga Boyantongo.

Kedelapan, penambangan pasir tradisional di Desa Olaya, Desa Pombalowo tidak dapat dilakukan. Akibat adanya tumpukan lumpur. Sehingga, industri kecil pembuatan Batako menjadi kesulitan bahan baku.

Kesembilan, warga nelayan di Desa Olaya, Desa Pombalowo dan Desa Boyantongo yang biasanya dapat memanen Ikan Teri yang melimpah. Namun, sejak adanya aktivitas tambang, jumlah ikan yang dipanen menurun. Bahkan, hasil itu berlangsung hingga tujuh bulan terakhir.

Kesepuluh, menurunnya produksi tanaman kelapa, kakao dan palawija yang diakibatkan adanya pencemaran debu tambang.

“Aktivitas tambang emas ilegal di Desa Kayuboko juga berimbas kepada, langkanya BBM jenis solar. Disinyalir adanya oknum yang menyelundupkan ke area pertambangan,” urainya.

Dengan adanya 11 hasil temuan di lapangan, maka pihaknya menuntut menghentikan kegiatan penambangan ilegal di seluruh wilayah Parimo, khususnya Kecamatan Parigi Barat.

Kemudian, kembalikan wilayah bekas area tambang ilegal sebagai hutan rakyat atau perkebunan rakyat yang digarap rakyat sendiri.

Berikutnya, rehabilitasi dan normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan sumber kehidupan bagi warga.

Selanjutnya, penertiban dan pengawasan secara ketat dan berkelanjutan khususnya dari pihak Kepolisian atas penjualan BBM bersubsidi ke wilayah tambang ilegal dan keluar wilayah yang dilakukan oknum tidak bertangungjawab.

“Jangan hanya kepentingan kelompok, mengorbankan kepentingan warga. Jangan ada korban nyawa lagi karena aktifitas tambang emas ilegal,” tutupnya.

Laporan: Muhammad Rafii


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.