Gemasulawesi– Indonesia Corruption Watch atau ICW nilai Jokowi tidak lagi komitmen pemberantasan korupsi. Itu membuat masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
“Hal ini telah menggambarkan secara gamblang kekeliruan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi. Alih-alih memperkuat, yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah menjadi salah satu dalang di balik melemahnya agenda pemberantasan korupsi,” ungkap peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, melalui keterangan tertulis, Senin 16 Agustus 2021.
ICW menyebut Jokowi tidak lagi komitmen pemberantasan korupsi sebagai respons Pidato Kenegaraan Presiden dalam rangka perayaan kemerdekaan Indonesia ke-76.
Baca juga: ICW Nilai Janggal Penanganan Kasus Korupsi Bansos di KPK
Dia mengaku, hilang harapan terhadap isu pemberantasan korupsi dengan melihat situasi terjadi saat ini.
ICW nilai Jokowi tidak lagi komitmen pemberantasan korupsi. Ia menyinggung Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia semakin memburuk dengan nilai 37 pada 2020, turun tiga poin dari tahun sebelumnya.
“Dengan berbagai permasalahan dikaitkan dengan pidato kenegaraan presiden, menjadi wajar jika masyarakat kemudian mempertanyakan ulang keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Mensesneg, Faldo Maldini, menepis penilaian ICW jika Jokowi tidak lagi komitmen pemberantasan korupsi itu. Ia mengklaim pemerintahan Jokowi tetap berkomitmen untuk memberantas korupsi.
Menurut dia, komitmen itu terlihat dari inovasi sistem Online Single Submission (OSS) untuk mempermudah perizinan yang bisa memutus mata rantai korupsi.
“Presiden tetap punya komitmen yang tegas dalam pemberantasan korupsi, termasuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik dan inovasi dalam reformasi birokrasi,” kata Faldo.
Baca juga: Kepala Staf Presiden Moeldoko Segera Laporkan ICW ke Kepolisian
Empat hal pokok dari pidato kenegaraan Jokowi
Terdapat empat hal pokok dari pidato kenegaraan Jokowi. Pertama, pemerintah minim upaya menuntaskan tunggakan legislasi yang mendukung penguatan pemberantasan korupsi.
Mulai dari Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, hingga RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, pemerintah abai dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum. Kemudian, lanjut Kurnia, pemerintah gagal menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Poin ini merujuk pada fenomena rangkap jabatan yang makin marak terjadi.
Poin keempat yakni pemerintah gagal dalam mengelola penanganan dan pemulihan pandemi Covid-19. Terlepas dari isu kesehatan dan ekonomi, terang Kurnia, ada sejumlah persoalan yang menjadi polemik seperti korupsi bantuan sosial (bansos) hingga konflik kepentingan pejabat publik terkait obat Ivermectin. (***)
Baca juga: ICW Desak Firli Bahuri Mundur dari Jabatan Ketua KPK