Nasional, gemasulawesi – Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, diketahui melakukan peninjauan lokasi puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina atau Armuzna.
Dalam peninjauannya di Muzdalifah, Menteri Agama mengecek kesiapan toilet, maktab dan layanan yang lainnya.
Yaqut Cholil Qoumas juga memberikan perhatian khusus pada lokasi pembangunan toilet baru di Muzdalifah yang dikabarkan memakan lahan hingga 2 hektare.
Disebutkan jika pembangunan toilet tersebut berdampak pada luas lahan yang ditempati jemaah.
“Jika pada tahun 2023 lahan per orang sekitar 54 cm, maka di tahun 2024 lahan per orangnya sekitar 29 cm,” katanya.
Dia menegaskan jika hal itu terjadi jika semua peserta haji Indonesia dimasukkan ke Muzdalifah.
Dia mengatakan dengan luas itu, tidak memungkinkan untuk jemaah haji Indonesia dapat nyaman saat melaksanakan mabit sehingga diputuskan untuk mengambil skema murur.
Dalam keterangannya kemarin, 12 Juni 2024, dia juga meminta para petugas haji untuk tetap menyiapkan mitigasi potensi kepadatan di Muzdalifah meski ada skema murur.
Menurutnya, hal tersebut dilakukan karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya.
“Misalnya terjadi kepadatan di Muzdalifah seperti tahun 2024, apa yang kira-kira dapat dilakukan?” ujarnya.
Dikutip dari Antara, Kepala Satuan Operasi Armuzna PPIH Arab Saudi, Harun Arrasyid, menyatakan jika terjadi kepadatan di Muzdalifah, pihaknya akan menerapkan percepatan pemberangkatan dari Arafah menuju Mina yang dilakukan dengan koordinasi dengan PIC di Arafah.
“Jika memungkinkan akan murur semua,” ucapnya.
Hadir dalam kesempatan yang sama, pihak masyariq, Amin Indragiri, menyampaikan murur di Muzdalifah dapat saja dilakukan, namun, itu nantinya akan tergantung pada keputusan Pemerintah Indonesia.
Diketahui jika sekitar 55 ribu calon haji akan menjalankan skema murur dengan 4 kriteria yang diprioritaskan menjalankan skema tersebut, yakni jemaah berisiko tinggi, disabilitas dan pendampingnya, disabilitas.
Sebelumnya, Menteri Agama menegaskan skema murur saat mabit atau menginap di Muzdalifah telah dikaji dengan mempertimbangkan aspek keamanan jemaah dan hukum fikih.
Yaqut Cholil Qoumas mengatakan telah dilakukan diskusi dengan Mustasyar Diny, yang merupakan tim para ulama, yang memberikan justifikasi secara hukum dan kesimpulannya adalah diperbolehkan. (*/Mey)