Nasional, gemasulawesi - Sejumlah aktivis lingkungan yang dikenal dengan nama Greenpeace telah melakukan aksi protes yang dramatis di depan Graha Unilever.
Dalam aksi unjuk rasa ini, Greenpeace mengembalikan sampah-sampah plastik dari berbagai produk Unilever yang berhasil mereka kumpulkan selama satu minggu penuh.
Aksi ini dilakukan sebagai bagian dari kampanye yang lebih luas untuk menuntut pertanggungjawaban Unilever dalam mengelola limbah plastik dari produk-produknya.
Menurut laporan Audit Merek dalam lima tahun terakhir, Unilever adalah salah satu dari perusahaan-perusahaan FMCG terbesar yang terus menerus masuk dalam daftar pencemar plastik tertinggi, baik di tingkat nasional maupun global.
Baca Juga:
Menjelajahi Keajaiban Pulau Lambudung, Ini Dia Destinasi Wisata Bahari Tersembunyi di Aceh Singkil
Di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Unilever mencatatkan jumlah total kemasan plastik sekali pakai sebanyak 1.851, menjadikannya sebagai pencemar utama di wilayah ini.
Secara global, Unilever diperkirakan akan memproduksi 53 miliar saset tahun ini, setara dengan 1.700 saset per detik.
Meskipun sebelumnya Unilever berkomitmen untuk mengurangi penggunaan plastik murni sebesar 50 persen pada tahun 2025, mereka baru-baru ini membatalkan komitmen tersebut dan menggantinya dengan target pengurangan 30 persen pada tahun 2026, yang menuai kekhawatiran dari berbagai kalangan aktivis lingkungan.
Aksi mengembalikan sampah plastik ini bertujuan untuk menegaskan bahwa produsen besar seperti Unilever harus bertanggung jawab secara serius terhadap manajemen limbah plastik mereka.
Ini sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 75 tahun 2019, yang mewajibkan produsen, termasuk industri manufaktur, untuk mengurangi sampah kemasannya sebesar 30 persen.
Namun, implementasi peta jalan ini masih terbilang terbatas.
Ibar Akbar, Plastic Project Lead Greenpeace Indonesia, menegaskan pentingnya agar Unilever dan perusahaan lainnya tidak hanya berkomitmen, tetapi juga transparan dalam memenuhi peta jalan pengurangan sampah.
Dia juga menyoroti bahwa saat ini 99,8 persen kemasan plastik Unilever masih bersifat sekali pakai, menunjukkan bahwa perusahaan perlu melakukan perubahan mendasar untuk mendukung visi dunia yang bebas dari limbah plastik.
Baca Juga:
Hari Ulang Tahun Presiden Jokowi, Istana Sebut Tidak Ada Acara Khusus yang Diadakan
Audit merek yang dilakukan di Asia Tenggara melibatkan 25 organisasi dari 4 negara, dan menyoroti bahwa konsumsi saset di wilayah ini mendominasi pangsa global, dengan proyeksi mencapai 1,3 triliun saset terjual per tahun pada 2027.
Hal ini menunjukkan bahwa masalah penggunaan plastik sekali pakai memerlukan penanganan yang tegas melalui perjanjian plastik global yang kuat.
Video yang memperlihatkan momen sampah Unilever dikembalikan pun tersebar luas di media sosial dan menuai beragam komentar.
“Menyala abang-abangku. Seharusnya dengan teknologi yang ada sekarang, bungkusan plastik sudah bisa diganti dengan bungkusan buatan dari singkong atau rumput laut, dan sebagainya. PT multinational juga memiliki dana untuk melakukannya, berpindah dari kemasan plastik ke yang ramah lingkungan,” tulis akun @reb***.
Baca Juga:
Diduga Terlibat Penyalahgunaan Narkoba, Belasan Orang Dilaporkan Diamankan oleh BNN Sulawesi Tengah
Sebagian lainnya mengkritik jika hal ini tidak sepenuhnya salah produsen, namun ada keterlibatan pemerintah didalamnya.
“Pemerintahan sendiri belum mendukung perusahaan untuk bertindak eco. Jadi kadang kasian juga sama perusahan perusahaan itu kesusahaan susah payah sendiri dalam bertindak sadar lingkungan,” tulis akun @nul***.
Dengan demikian, aksi Greenpeace yang baru digelar pada hari Kamis ini bukan hanya sebagai seruan kepada Unilever, tetapi juga bagian dari gerakan global untuk mengatasi krisis limbah plastik yang semakin meningkat.
Diharapkan tekanan ini dapat mendorong produsen seperti Unilever untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan bergerak menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. (*/Shofia)