Internasional, gemasulawesi – Pemukim Yahudi ekstremis di bawah perlindungan polisi mengambil alih sebuah apartemen milik Palestina di kota At-tur di Yerusalem Timur pada hari Senin, tanggal 16 September 2024.
Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh Pusat Informasi Palestina.
Menurut Pusat Informasi Palestina, sekelompok pemukim yang dikawal oleh petugas polisi menyerbu apartemen itu sekitar pukul 3 pagi.
Para pemukim Yahudi ekstremis itu mengklaim bahwa mereka telah membeli apartemen itu dari pemiliknya yang tinggal di Amerika Serikat.
“Apartemen itu menjadi kosong setelah penyewa Palestina yang tinggal disana meninggal dunia sekitar 2 minggu lalu,” ujarnya.
Sementara itu, beberapa warga Yerusalem di distrik Silwan melaporkan mereka telah menerima pemberitahuan pembongkaran dari penjajah Israel dan sanksi keuangan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota yang dikuasai penjajah Israel itu.
Baca Juga:
Pemimpin Oposisi Penjajah Israel Sebut Koalisi Pemerintahan Netanyahu Sebagai Pemerintahan Nol
Menurut PBB, terdapat sekitar 150 keluarga Palestina dari Yerusalem Timur yang berisiko mengalami pengusiran paksa dan pemindahan paksa oleh otoritas penjajah Israel dan organisasi pemukim.
Di sisi lain, pada hari Senin, tanggal 16 September 2024, sejumlah pakar independen PBB mengecam apa yang mereka katakan sebagai meningkatnya kekerasan dan pelanggaran HAM oleh penjajah Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat, pengabaiannya terhadap putusan pengadilan internasional, dan serangan verbalnya terhadap PBB.
Para pelapor, yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB tetapi tidak berbicara atas nama PBB juga mengecam standar ganda negara-negara Barat dalam perang yang menghancurkan tersebut dan mengatakan penjajah Israel perlu menghadapi konsekuensi atas tindakannya.
“Saya pikir penjajah Israel tidak dapat dihindari untuk menjadi negara ‘paria’ dalam menghadapi serangannya yang terus-menerus, tanpa henti, dan menjelek-jelekkan PBB terhadap jutaan warga Palestina,” ucap Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina.
Bencana kemanusiaan di Jalur Gaza setelah lebih dari 11 bulan konflik juga telah memicu pertanyaan tentang dukungan politik dan militer jangka panjang negara-negara Barat terhadap penjajah Israel, termasuk dari Amerika Serikat dan Inggris, yang keduanya menyediakan senjata. (*/Mey)