Nasional, gemasulawesi - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) memberikan tanggapan terkait isu mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi yang belakangan ini ramai dibicarakan.
Isu mahalnya UKT ini menjadi perhatian banyak pihak, mengingat beban finansial yang harus ditanggung oleh mahasiswa dan keluarganya dalam melanjutkan pendidikan tinggi.
Menanggapi banyaknya protes terkait mahalnya UKT, Kemdikbudristek menekankan bahwa pendidikan tinggi atau tertiary education bukan bagian dari wajib belajar yang diatur oleh pemerintah.
Berbeda dengan pendidikan dasar dan menengah yang masuk dalam program wajib belajar, pendidikan tinggi bersifat pilihan.
“Artinya, tidak semua lulusan SMA/SMK diharuskan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi,” jelas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie.
Pendidikan tinggi dianggap sebagai langkah untuk pengembangan diri yang diambil oleh mereka yang berminat dan mampu.
Lebih lanjut Tjitjik juga menjelaskan perhitungan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang menjadi komponen utama dalam menentukan UKT.
BKT dihitung berdasarkan Satuan Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) yang menjadi dasar dalam menentukan besaran biaya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pendidikan.
BKT ini bervariasi antara satu program studi dengan program studi lainnya, tergantung pada karakteristik, akreditasi, dan lokasi geografis yang mempengaruhi Indeks Kemahalan Wilayah (IKW).
Akreditasi program studi mempengaruhi BKT karena program studi dengan akreditasi lebih tinggi biasanya membutuhkan sumber daya yang lebih banyak untuk mempertahankan kualitas.
Selain itu, biaya hidup dan operasional di berbagai daerah juga berbeda, sehingga BKT disesuaikan dengan IKW.
Sekjen Kemdikbudristek tersebut juga menegaskan bahwa pihaknya memberikan bantuan dalam bentuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) untuk membantu meringankan beban biaya pendidikan tinggi.
Idealnya, jumlah BOPTN yang diberikan harus sama dengan BKT agar pendidikan tinggi dapat diselenggarakan secara gratis.
Namun, realitas anggaran pendidikan nasional tidak memungkinkan hal ini.
Prioritas utama pendanaan pendidikan pemerintah adalah untuk program wajib belajar yang diamanatkan oleh undang-undang.
Oleh karena itu, mahalnya UKT di perguruan tinggi adalah konsekuensi dari berbagai faktor seperti perbedaan biaya operasional, kualitas program studi, dan lokasi geografis.
Meskipun Kemdikbudristek memberikan bantuan melalui BOPTN, namun dana yang tersedia tidak mencukupi untuk menutupi seluruh BKT. (*/Shofia)