Nasional, gemasulawesi - Kisah seorang anak yang gagal dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi perhatian utama dalam beberapa waktu terakhir.
Anak yang gagal dalam PPDB tersebut adalah Vita Azahra, seorang remaja berusia 15 tahun yang berasal dari Semarang.
Dia merupakan lulusan dari SMP Negeri 33 Semarang dan berasal dari keluarga kurang mampu.
Vita memiliki harapan besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA negeri melalui jalur afirmasi, yang seharusnya memberikan kesempatan bagi anak-anak dari latar belakang ekonomi yang terbatas.
Baca Juga:
Setelah Adanya Perintah Penjajah Israel, Evakuasi Mendesak Dilakukan Warga Palestina di Kota Gaza
Namun, harapannya untuk diterima di SMA Negeri 9 Semarang atau SMA Negeri 15 Semarang pupus ketika dia ditolak oleh sistem PPDB.
Hal ini mengecewakan kedua orang tuanya, Warsito (39) dan Uminiya (42), yang merupakan pasangan suami istri penyandang tunanetra.
Keduanya mengandalkan pekerjaan sebagai penyedia jasa pijat di rumah kontrakan mereka di Jalan Gondang Raya 17, Kelurahan Tembalang, Kota Semarang, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kesulitan utama yang dihadapi Vita dan keluarganya adalah kesalahan administratif yang menghambat proses pendaftaran melalui jalur afirmasi.
Menurut mereka, data yang diperlukan untuk memenuhi syarat jalur afirmasi tidak sesuai dengan yang mereka miliki, sehingga Vita tidak dapat bersaing secara adil dalam proses pendaftaran PPDB.
Mereka menyalahkan Dinas Sosial setempat atas kesalahan tersebut, yang dianggap sebagai faktor utama dalam kegagalan anak mereka untuk masuk ke sekolah yang diinginkan.
PPDB 2024 di Jawa Tengah menyoroti tantangan yang dihadapi oleh calon siswa dari keluarga kurang mampu, serta dari latar belakang keluarga dengan disabilitas.
Hal ini menunjukkan pentingnya adanya keadilan dalam akses pendidikan, di mana setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas tanpa terkendala oleh faktor ekonomi atau fisik.
Kejadian ini juga menggarisbawahi perlunya sistem pendidikan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan individu yang beragam.
Pentingnya keakuratan data dan transparansi dalam proses administratif seperti PPDB menjadi krusial untuk memastikan bahwa semua anak memiliki akses yang setara dan adil dalam pendidikan mereka. (*/Shofia)