Nasional, gemasulawesi - Pegiat media sosial, Said Didu turut menyoroti adanya kasus korupsi minyak mentah di Pertamina baru-baru ini.
Menurut Kejaksaan Agung, kasus ini melibatkan sembilan tersangka dan ditaksir telah merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Selain jumlah kerugian yang sangat besar, publik juga menyoroti kemungkinan adanya praktik penjualan bahan bakar minyak (BBM) oplosan akibat dugaan korupsi ini.
Hal tersebut semakin meningkatkan kekhawatiran masyarakat akan dampak yang ditimbulkan dari kasus ini.
Salah satu yang ikut menyoroti kasus tersebut adalah pegiat media sosial, Said Didu.
Melalui akun X resminya @msaid_didu, ia beberapa kali mengungkapkan pandangannya terkait skandal korupsi ini.
Dalam salah satu cuitannya, ia menyoroti peran Presiden Prabowo dalam menangani mafia migas yang selama ini dinilai mendapat perlindungan dari pemerintahan sebelumnya.
"Sebagai pihak yang mengikuti dan ikut banyak proses terkait mafia Migas selama 20 thn, saya berharap Presiden Prabowo saat ini sedang menggulung karpet merah yg selama ini disediakan oleh rezim sebelumnya kepada mafia migas yg sedang ditangkap," tulis Said Didu pada Rabu, 26 Februari 2025.
Pandangan tersebut menyoroti bahwa mafia migas bukanlah fenomena baru, melainkan sudah berakar selama bertahun-tahun.
Dugaan bahwa ada perlindungan terhadap mafia ini di masa lalu semakin memicu perdebatan di kalangan masyarakat, terutama terkait bagaimana langkah pemerintahan saat ini dalam membongkar dan menangani kasus tersebut.
Di cuitan lain, Said Didu juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa praktik korupsi serupa mungkin saja terjadi di perusahaan lain yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ia menilai bahwa jika kasus sebesar ini bisa terjadi di Pertamina, maka tidak menutup kemungkinan ada skandal serupa di BUMN lainnya.
"Di BUMN lain juga sangat mungkin," tulisnya pada hari yang sama.
Pernyataan ini semakin memperluas diskusi tentang transparansi dan pengawasan dalam perusahaan-perusahaan milik negara.
Publik pun mulai mempertanyakan apakah pengelolaan keuangan dan kebijakan bisnis di BUMN lainnya benar-benar terbebas dari praktik serupa.
Respons dari warganet pun bermunculan, banyak yang mendukung pandangan Said Didu dan mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan adanya korupsi di sektor lain.
Salah satu balasan yang mencuri perhatian datang dari akun @ser***, yang menyoroti perlunya audit di perusahaan listrik negara, PLN.
"PLN juga hrs di audit, listrik di Indonesia termasuk sangat mahal, trus gaji pegawainya gede banget," tulis akun tersebut.
Balasan ini menggambarkan bahwa warganet tidak hanya menyoroti korupsi di sektor migas, tetapi juga mempertanyakan transparansi dalam pengelolaan perusahaan listrik negara.
Harga listrik yang dinilai tinggi serta tingginya gaji pegawai PLN menjadi topik yang kembali mencuat dalam diskusi publik.
Kasus korupsi di Pertamina ini semakin memperkuat desakan agar pengelolaan BUMN lebih transparan dan akuntabel. (*/Risco)