Surabaya, gemasulawesi - Kontroversi pungli di SMAN 12 Surabaya menggemparkan dunia pendidikan setelah terungkapnya dugaan pungutan ilegal yang dilakukan terhadap siswa baru untuk tahun ajaran 2024/2025.
Setiap siswa di sekolah ini diwajibkan membayar Rp150.000 per bulan, yang jika dikalikan dengan jumlah total 1.300 siswa, menghasilkan dana sebesar Rp195.000.000 setiap bulan.
Total tahunan mencapai Rp2,4 miliar, angka yang cukup signifikan dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai kepatuhan sekolah terhadap peraturan yang ada.
Dugaan pungutan ini berawal dari laporan masyarakat yang disampaikan ke pihak berwenang beberapa hari yang lalu.
Laporan tersebut, yang diajukan oleh Perkumpulan Gelora Moralitas Yuridis, menuduh adanya pungutan berkedok sumbangan sebesar Rp4.000.000 kepada orang tua siswa baru.
Informasi ini menyebutkan bahwa pungutan tersebut dipaksa sebelum pelunasan iuran dan diduga digunakan untuk pembelian Jas Madrasah yang dibagikan pada 20 Agustus 2024.
Kebijakan pembagian seragam ini, yang sebelumnya tidak ada, muncul hanya setelah adanya dugaan pungutan.
Kepala sekolah dan pengurus komite di SMAN 12 Surabaya beralasan bahwa pungutan ini merupakan hasil keputusan rapat antara orang tua siswa dan komite sekolah.
Mereka menyatakan bahwa pungutan tersebut bukanlah pungli, tetapi bagian dari kesepakatan bersama.
Namun, banyak pihak yang meragukan keabsahan argumen ini, mengingat peraturan yang melarang pungutan tambahan di luar biaya yang telah ditetapkan pemerintah.
Dalam konteks peraturan, Permendikbud No 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No 75 Tahun 2016 jelas melarang pungutan tambahan dari peserta didik dan orang tua.
Peraturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa biaya pendidikan tetap terjangkau dan transparan, tanpa adanya pungutan yang tidak sah.
Meskipun demikian, beberapa sekolah masih mencoba memanfaatkan celah dengan menggunakan komite sebagai perantara untuk pungutan yang seharusnya tidak diizinkan.
Selain dugaan pungutan, SMAN 12 Surabaya juga menghadapi tuduhan terkait penjualan buku dan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Permendikbud No 75 Tahun 2020 secara tegas melarang komite sekolah untuk menjual buku pelajaran atau bahan ajar lainnya.
Larangan ini bertujuan untuk meringankan beban orang tua dan memastikan bahwa semua biaya pendidikan yang diperlukan telah diakomodasi dalam anggaran sekolah tanpa perlu penjualan tambahan.
Baca Juga:
Diterjang Banjir Bandang pada Minggu Dini Hari, Akses Jalan Lingkar Kota Ternate Dilaporkan Terputus
Saat ini, pihak kepala sekolah SMAN 12 Surabaya belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan pungutan dan penjualan buku.
Ketidaktanggapan ini menambah ketidakpastian mengenai kepatuhan sekolah terhadap peraturan yang berlaku.
Pihak berwenang diharapkan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan memastikan bahwa semua praktik keuangan di sekolah tersebut mematuhi regulasi yang ada. (*/Shofia)