Pasuruan, gemasulawesi - Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Pasuruan, Jawa Timur, mencuat setelah para wali murid mengeluhkan sumbangan yang diminta oleh pihak sekolah.
Pungutan tersebut dikatakan sebagai hasil musyawarah bersama antara sekolah dan wali murid, namun banyak pihak yang merasa dirugikan dan mempertanyakan transparansi serta keabsahan kesepakatan tersebut.
Dalam pertemuan yang disebut sebagai forum musyawarah, wali murid merasa terpojok untuk menyetujui sumbangan yang diminta. Banyak di antara mereka yang merasa dipaksa karena tidak diberikan opsi lain.
“Kami merasa seperti tidak punya pilihan selain menyetujui, karena tekanan yang diberikan sangat besar,” ungkap seorang wali murid berinisial AR.
Keresahan semakin bertambah ketika besaran sumbangan yang diminta dianggap terlalu besar, menimbulkan kekhawatiran bahwa dana tersebut tidak akan dikelola dengan baik atau bahkan disalahgunakan.
"Jumlahnya tidak sedikit, dan kami tidak tahu dengan jelas untuk apa dana ini akan digunakan," kata seorang wali murid lainnya.
Kontroversi ini kemudian menarik perhatian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Pasuruan KSM Beji.
Sumiar, anggota GMBI, menegaskan bahwa praktik penggalangan dana di MTsN 1 Pasuruan patut dicurigai.
Ia menyoroti adanya potensi pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana yang melibatkan wali murid.
"Kami melihat adanya indikasi bahwa dana tersebut dikumpulkan tanpa proses yang transparan, dan ada unsur paksaan dalam praktiknya. Ini merupakan pelanggaran serius yang tidak boleh dianggap remeh," tegas Sumiar.
Ia juga menegaskan bahwa madrasah negeri seperti MTsN 1 Pasuruan seharusnya tidak melakukan pungutan sumbangan kepada siswa atau wali murid, mengingat sekolah-sekolah ini sudah menerima anggaran rutin serta bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah.
Sumiar mendesak Kementerian Agama segera turun tangan untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan pungli ini.
"Kami mendesak Kementerian Agama untuk segera menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. Hak-hak wali murid harus dilindungi, dan integritas institusi pendidikan harus dijaga," lanjutnya.
Selain itu, Sumiar juga mengingatkan bahwa jika dugaan pungli ini terbukti, maka tindakan tersebut bisa masuk dalam ranah hukum.
"Jika ditemukan ada pelanggaran hukum, kami tidak akan ragu membawa kasus ini ke pengadilan. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal keadilan dan transparansi dalam dunia pendidikan," tambahnya.
Seiring dengan desakan dari pihak LSM, para wali murid juga berharap agar ke depan, setiap kebijakan yang melibatkan biaya atau sumbangan dilakukan dengan lebih transparan dan tanpa adanya unsur tekanan atau pemaksaan.
Mereka menginginkan agar pihak sekolah lebih terbuka dalam mengelola dana dan memberikan penjelasan yang jelas mengenai penggunaannya.
Menanggapi kontroversi yang berkembang, Kepala Sekolah MTsN 1 Pasuruan, Haji Yasir, memberikan klarifikasinya. Ia membantah adanya unsur paksaan dalam pengumpulan sumbangan tersebut dan menegaskan bahwa semuanya dilakukan berdasarkan hasil kesepakatan bersama.
“Sumbangan ini adalah hasil musyawarah dengan seluruh wali murid, dan keputusan diambil secara bersama-sama,” jelasnya singkat.
Namun, pernyataan ini belum mampu meredam kekecewaan di kalangan wali murid, yang berharap agar pihak sekolah benar-benar mengutamakan transparansi dan keadilan dalam setiap kebijakan yang melibatkan mereka. (*/Shofia)