Bandar Lampung, gemasulawesi - Penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal di Bandar Lampung baru-baru ini menyoroti keputusan penting yang diambil oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Bandar Lampung.
Tiga tersangka agen rokok ilegal, yang terlibat dalam kasus besar ini, akhirnya dibebaskan setelah membayar denda administratif sebesar Rp 150 juta.
Kasus ini membuka tabir baru mengenai penerapan kebijakan administrasi dalam hukum cukai.
Ketiga tersangka, yang diidentifikasi dengan inisial CA (37), SN (33), dan IS (30), ditangkap pada tanggal 27 Agustus 2024 oleh Satreskrim Polresta Bandar Lampung.
Penangkapan ini berawal dari penyitaan 72 ribu batang rokok tanpa cukai, yang menjadi barang bukti utama.
Penanganan kasus ini kemudian dilanjutkan ke KPPBC Bandar Lampung untuk proses administrasi.
Menurut Kasi Humas KPPBC Bandar Lampung, Heriyanto, kasus ini mencerminkan penerapan peraturan baru dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Ketiga tersangka telah dibebaskan setelah membayar denda sebesar Rp150 juta. Menurut aturan terbaru dalam Undang-Undang HPP, pelanggar dapat menghindari proses pidana dengan membayar denda administrasi yang setara dengan tiga kali nilai cukai,” jelas Heriyanto, dikutip pada Minggu, 8 September 2024.
Penerapan kebijakan administrasi ini bertujuan untuk mempercepat proses pemulihan penerimaan negara dan mengurangi beban penyidikan bagi aparat penegak hukum.
Dalam hal ini, denda yang dibayar akan langsung masuk ke kas negara, sementara proses penyidikan pidana dapat dihindari.
Heriyanto juga menambahkan bahwa ketiga tersangka hanya menghabiskan satu malam di fasilitas KPPBC sebelum dibebaskan pada tanggal 28 Agustus 2024.
Meskipun ketiga tersangka mengklaim bahwa tidak semua rokok ilegal yang disita adalah milik mereka, perhitungan denda tetap dilakukan berdasarkan jumlah barang bukti yang ada.
Penerapan kebijakan administrasi dalam kasus ini merupakan langkah signifikan dalam reformasi hukum cukai di Indonesia.
Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penegakan hukum tetapi juga untuk memberikan efek jera kepada pelanggar lainnya.
Dengan demikian, aparat penegak hukum dapat lebih fokus pada pemulihan penerimaan negara daripada proses penyidikan pidana yang panjang. (*/Shofia)