Hukum, gemasulawesi - Kasus pemalsuan sertifikat tanah kembali mencuat, kali ini terjadi di Perairan Tangerang.
Seorang kepala desa diduga menjadi dalang di balik aksi pemalsuan dokumen yang digunakan untuk menguasai lahan secara ilegal.
Polisi pun bertindak cepat dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, mengungkapkan bahwa lima tersangka ini terdiri dari Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, Sekretaris Desa Ujang Karta, serta dua orang penerima kuasa.
Mereka diduga memalsukan sejumlah dokumen penting untuk mengajukan hak guna bangunan dan hak milik atas tanah di wilayah perairan tersebut.
"Penyidik telah menetapkan empat tersangka yang diduga terlibat dalam pemalsuan berbagai dokumen untuk pengajuan hak guna bangunan. Mereka termasuk Kepala Desa Kohod berinisial A, Sekretaris Desa Kohod, serta dua penerima kuasa yang turut berperan dalam proses ilegal tersebut," jelas Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen. Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, dikutip pada Rabu, 19 Februari 2025.
Arsin disebut sebagai otak di balik pemalsuan ini. Ia bahkan mencetak dan menandatangani sendiri dokumen-dokumen palsu yang diajukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
Dengan dokumen tersebut, para tersangka berhasil mengajukan permohonan pengukuran dan pengakuan hak secara ilegal.
Menurut polisi, sindikat ini menggunakan cara yang rapi dan terencana dalam menjalankan aksinya.
Mereka memalsukan berbagai dokumen seperti girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat keterangan tanah, serta surat kuasa penggunaan sertifikat.
Semua dokumen tersebut kemudian diajukan ke pihak pertanahan untuk mendapatkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM).
Lebih parahnya lagi, mereka diduga mendapatkan bantuan dari oknum di kementerian dan lembaga terkait.
Bantuan ini memungkinkan sertifikat ilegal tersebut tetap terbit meskipun lahan yang dimohonkan berada di perairan dan seharusnya tidak bisa dimiliki secara pribadi.
Kasus ini akhirnya terbongkar setelah penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh Bareskrim Polri. Saat bukti-bukti semakin kuat, polisi langsung mengambil tindakan dengan menetapkan para pelaku sebagai tersangka.
Saat ini, penyidik masih terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.
Polisi juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam urusan pertanahan agar tidak menjadi korban mafia tanah.
Kasus ini menjadi bukti bahwa praktik pemalsuan sertifikat tanah masih marak terjadi dan bisa melibatkan berbagai pihak. Dengan adanya tindakan tegas dari kepolisian, diharapkan kejahatan seperti ini bisa diberantas hingga ke akarnya. (*/Shofia)