Internasional, gemasulawesi – Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan jika sekitar 18.500 wanita hamil terpaksa mengungsi dari serangan yang dilakukan pasukan penjajah Israel di Rafah, yang berada di Jalur Gaza selatan.
Badan Kesehatan Seksual dan Reproduksi PBB atau UNFPA menyatakan jika 18.500 wanita Palestina yang hamil tersebut termasuk diantara ratusan ribu warga Palestina yang terpaksa melarikan diri dari invasi militer penjajah Israel di Rafah.
Dalam pernyataan mereka hari ini, 31 Mei 2024, waktu setempat, UNFPA menyatakan jika para wanita hamil tersebut mengalami kelelahan, trauma, dehidrasi dan juga kekurangan gizi.
Di sisi lain, Stacy Gilbert, yang merupakan seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di seluruh dunia, diketahui memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Disebutkan jika pengunduran diri tersebut dilakukan Gilbert sebagai protes atas klaim pemerintahan Biden yang jelas-jelas salah bahwa penjajah Israel tidak dengan sengaja memblokir bantuan kemanusiaan dari Jalur Gaza.
Dalam sebuah wawancara terbarunya, Gilbert menyampaikan laporan tentang tindakan yang dilakukan oleh penjajah Israel di Jalur Gaza yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS pada awal bulan ini tidak didasarkan pada kenyataan atau konteks atau juga pendapat para ahli di bidangnya.
Baca Juga:
Adanya Zona Penyangga, Wilayah Jalur Gaza Dilaporkan Telah Menyusut Hampir 32 Persen
Diketahui jika laporan itu menemukan jika penjajah Israel kemungkinan besar menggunakan senjata yang disediakan oleh Amerika Serikat dengan cara yang tidak konsisten dengan hukum internasional di Jalur Gaza.
Selain itu, dikatakan laporan tersebut juga tidak mengindentifikasi pelanggaran yang akan mengakhiri bantuan militer yang sedang berlangsung.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS menyatakan serangan yang dilakukan penjajah Israel terhadap Rafah di Jalur Gaza selatan belum merupakan operasi besar.
Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, menyampaikan faktanya yang sebenarnya di lapangan adalah publik belum melihat operasi besar-besaran di Rafah.
“Kami telah jelas mengenai apa yang bukan ini, yakni operasi militer besar,” katanya. (*/Mey)