Nasional, gemasulawesi – Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Kuat atau KAMPAK menyampaikan harga obat di Indonesia dapat 5 hingga 6 kali lebih mahal dibandingkan negara lain di Asia karena faktor promosi obat atau biaya iklan yang dibebankan kepada konsumen.
Dalam keterangannya pada hari Minggu, tanggal 14 Juli 2024, Koordinator KAMPAK, Merry Patrilinilla Chresna, mengakui sebenarnya mahalnya harga obat adalah masalah klasik yang telah menjadi rahasia umum di kalangan farmasi maupun dunia kesehatan.
Hanya saja, inti persoalan selama ini menjadi tabu untuk dilakukan pengeksposan dan kemungkinan juga dikarenakan takut.
Merry menyatakan sebetulnya Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, juga dahulu pernah membuka hal ini ke publik.
“Tetapi, tampaknya mendapatkan sorotan dan mungkin juga tekanan, sehingga sekarang dia tampaknya tidak berani lagi membuka hal tersebut ke publik,” katanya.
Dia mengatakan masalah klasik ini dapat selesai atau normal jika dapat menghapus mata rantainya, yaitu gratifikasi oknum dokter.
Dia memaparkan ini karena pihak yang dihadapi adalah orang-orang yang jumlahnya banyak bertindak sebagai leader atau pemimpin dalam terapi dan telah menikmati banyak keuntungan atau fasilitas dari pabrikan obat melalui sales-sales obat.
“Gratifikasi yang diberikan sangat besar dan sebagian besar diberikan kepada oknum-oknum dokter spesialis,” ujarnya.
Dia menyatakan jadi notabene pasien spesialis lebih menjangkau obat mahal dibandingkan pasien dokter umum.
Merry Patrilinilla Chresna berharap ini harus ada yang berani memulai membongkar ini semua.
“Karena telah menjadi lingkaran hitam yang sangat lama eksis,” pungkasnya.
Dia juga mengakui sebenarnya SDM maupun SDA di Indonesia tidak kurang.
Terkait pengadaan bahan baku lokal di industri farmasi dalam negeri, dia menyampaikan kurang memahami detailnya.
Tetapi, memang saat ini sebagian besar masih didominan impor bahan bakunya.
“Apabila ke depan nanti pemerintah serius berniat atau memiliki niat baik untuk kemandirian bahan baku obat lokal, mohon diwaspadai dari pihak-pihak rente impor,” ucapnya.
Merry Patrilinilla Chresna menyampaikan ini dimungkinkan menjaga kenikmatan dari proses impor dengan bagi-bagi uang pula kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan terkait obat. (*/Mey)