Nasional, gemasulawesi - Perdagangan manusia masih menjadi ancaman bagi pekerja migran Indonesia yang ingin mencari nafkah di luar negeri. Salah satu kasus terbaru terjadi di Dumai, Riau.
Balai Pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau berhasil menggagalkan pengiriman dua pekerja migran ilegal yang diduga kuat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Kedua wanita asal Jawa Barat tersebut ditemukan di sebuah tempat penampungan di Kota Dumai pada Senin, 3 Februari 2025.
Menurut Kepala BP3MI Riau, Fanny Wahyu, kedua korban berinisial PN dan LI awalnya dijanjikan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di Malaysia oleh seorang sponsor bernama Ade Sumantri dari Tasikmalaya.
Namun, mereka tidak melalui jalur resmi dan justru ditampung di rumah seorang pria bernama Syafrel di Jalan Sejahtera, Kelurahan Teluk Binjai, Kecamatan Dumai Timur.
“Saat kami tiba di lokasi, keduanya ditemukan dalam kamar dengan kondisi pasrah. Dokumen pribadi mereka, termasuk paspor, telah disita oleh penampung,” ujar Fanny.
Modus yang digunakan dalam kasus ini cukup umum dalam praktik perdagangan manusia. Para korban tidak diminta membayar biaya di awal, tetapi semua biaya perjalanan dan dokumen mereka ditanggung oleh sponsor.
“Biaya pembuatan paspor sebesar Rp 8 juta per orang, ditambah biaya transportasi dan keperluan lain, nantinya akan dipotong dari gaji mereka sebesar Rp 5 juta per bulan selama tiga bulan pertama,” jelasnya.
Dari keterangan korban, mereka berangkat dari Cianjur pada Minggu pagi dan tiba di Pekanbaru sebelum dijemput oleh kendaraan travel menuju Dumai.
Setibanya di tempat penampungan, mereka tidak mendapatkan informasi jelas mengenai kapan mereka akan diberangkatkan ke Malaysia.
“Kami hanya diberi tahu akan menunggu beberapa hari sebelum diberangkatkan melalui pelabuhan,” ungkap salah satu korban.
Tim BP3MI Riau yang bekerja sama dengan Satreskrim Polres Dumai langsung melakukan penggerebekan setelah mendapatkan informasi terkait keberadaan mereka.
“Kami menemukan dua wanita di dalam kamar, sementara Syafrel berusaha mengelak dengan alasan hanya membantu saudaranya,” tambah Fanny.
Setelah diselamatkan, kedua korban kini ditampung di rumah aman (shelter) P4MI Dumai untuk mendapatkan perlindungan sementara.
Mereka akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut sebelum dipulangkan ke daerah asal. Sementara itu, pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan lebih dalam terkait jaringan yang terlibat dalam upaya pengiriman pekerja migran ilegal ini.
Kasus ini menegaskan kembali pentingnya kesadaran masyarakat tentang bahaya perdagangan orang.
BP3MI Riau mengimbau calon pekerja migran untuk selalu memastikan keberangkatan mereka melalui jalur resmi.
“Kami terus berupaya menekan angka perdagangan orang dan memastikan para pekerja migran mendapatkan perlindungan yang layak,” tegas Fanny.
Perdagangan manusia masih menjadi ancaman serius. Banyak korban terjerumus ke dalam praktik ilegal ini karena tergiur janji manis pekerjaan dengan gaji tinggi.
Sayangnya, mereka sering kali justru dieksploitasi atau bahkan mengalami kekerasan di negara tujuan.
Upaya penanganan kasus ini terus dilakukan oleh pihak berwenang untuk melindungi calon pekerja migran dari bahaya perdagangan orang.
Dengan meningkatnya pengawasan dan penegakan hukum, diharapkan semakin sedikit pekerja migran Indonesia yang terjebak dalam jaringan perdagangan orang yang merugikan. (*/Shofia)
 
             
                                     
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                  
                                  
                                  
                                  
                                  
                     
                     
                     
                                        