Nasional, gemasulawesi - Pemerintah melakukan efisiensi anggaran pada 2025 dengan memangkas belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp 256,1 triliun serta transfer ke daerah senilai Rp 50,59 triliun.
Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas fiskal, namun berdampak pada berbagai sektor, mulai dari layanan publik hingga proyek infrastruktur.
Sejumlah kebijakan diubah guna menekan biaya, seperti penerapan skema kerja fleksibel, pengurangan tenaga lepas, hingga pembatalan proyek pembangunan.
Berikut adalah beberapa dampak dari efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah di tahun 2025 ini.
1. Penerapan Work From Anywhere (WFA) di Instansi Pemerintah
Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mulai menerapkan skema Work From Anywhere (WFA) guna mengurangi anggaran operasional. Pegawai BKN bekerja di kantor hanya 2-3 hari per minggu, sementara Kemenkes menerapkan WFA setiap Rabu.
Kebijakan ini bertujuan menekan pengeluaran perjalanan dinas, sewa kendaraan, dan biaya operasional lainnya tanpa mengorbankan produktivitas.
2. Layanan Kebencanaan BMKG Terancam Menurun
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengalami pemangkasan anggaran hingga 50,35 persen, dari Rp 2,826 triliun menjadi Rp 1,423 triliun.
Dampaknya, pemeliharaan Alat Operasional Utama (Aloptama) terganggu, dengan tingkat operasionalnya turun hingga 71 persen.
Hal ini berpotensi menurunkan kualitas layanan kebencanaan dan memengaruhi keselamatan masyarakat.
3. Pengurangan Tenaga Lepas di RRI
Radio Republik Indonesia (RRI) terpaksa mengurangi tenaga lepas, termasuk penyiar dan kontributor.
Sistem penggajian mereka kini berdasarkan durasi kerja atau proyek tertentu, bukan lagi kontrak tetap.
Langkah ini diambil untuk menekan biaya operasional, sementara karyawan yang tersisa diseleksi ulang berdasarkan kompetensi dan kinerja.
4. Pembatalan Proyek Infrastruktur Kementerian PUPR
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalami pemotongan anggaran drastis dari Rp 110,95 triliun menjadi Rp 29,57 triliun.
Akibatnya, beberapa proyek infrastruktur terpaksa dibatalkan, termasuk pembangunan jalan tol sepanjang 7,36 km serta pemeliharaan jalan nasional sepanjang 47.603 km.
Selain itu, anggaran tanggap darurat berkurang, sehingga respons terhadap bencana menjadi lebih terbatas.
5. Gaji dan Tunjangan di Mahkamah Konstitusi Terhambat
Mahkamah Konstitusi (MK) hanya menerima anggaran Rp 385,3 miliar dari total kebutuhan Rp 611,47 miliar. Akibatnya, gaji dan tunjangan pegawai hanya bisa dibayarkan hingga Mei 2025.
Pemotongan ini juga berdampak pada penanganan sengketa pemilihan kepala daerah serta pengujian undang-undang, yang berpotensi mengganggu kelancaran proses hukum.
6. Seleksi Hakim Agung Terhenti
Komisi Yudisial (KY) mengalami pemangkasan anggaran hingga 54,35 persen, mengakibatkan seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc Mahkamah Agung (MA) tertunda.
Saat ini terdapat 19 posisi kosong yang belum terisi, yang dikhawatirkan dapat memperlambat penanganan perkara di pengadilan.
7. Penurunan Inovasi dan Riset di BRIN serta Kemdikti Saintek
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kehilangan anggaran sebesar Rp 2,07 triliun, sedangkan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdikti Saintek) juga mengalami pemotongan signifikan.
Minimnya dana riset ini dapat menghambat pengembangan inovasi serta kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Efisiensi anggaran 2025 membawa dampak besar terhadap berbagai sektor, mulai dari layanan publik, infrastruktur, hingga penelitian dan pengembangan.
Meskipun bertujuan menjaga stabilitas keuangan negara, kebijakan ini berpotensi menghambat berbagai program penting yang mendukung kesejahteraan masyarakat. (*/Shofia)