Nasional, gemasulawesi - Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia, Dedek Prayudi, menanggapi maraknya narasi pembunuhan terhadap Presiden RI Prabowo Subianto yang muncul di media sosial.
Sejumlah warganet yang kontra terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) baru-baru ini mengunggah cuitan yang mengarah pada ancaman terhadap keselamatan Presiden.
Salah satu cuitan yang menjadi sorotan berasal dari akun @par*** yang menulis dalam bahasa Inggris, "someone couldve pulled a jfk. just saying tho ????" pada 26 Maret 2025 pukul 13.53 WIB.
Cuitan dari akun tersebut tampak disertai video iring-iringan mobil Presiden Prabowo dari kejauhan.
Narasi cuitan tersebut diketahui merujuk pada peristiwa tragis pembunuhan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy (JFK), pada 22 November 1963 di Dallas, Texas, saat sedang berada dalam iring-iringan kepresidenan.
Selain itu, cuitan lain dari akun @mii*** juga menimbulkan kecaman. Akun tersebut menulis, "ga ada yang mau headshor kepalanya @prabowo?? I bet we have the best underground sniper".
Unggahan ini menambah deretan narasi bernada ancaman yang beredar di media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Dedek Prayudi menyampaikan pandangannya melalui akun X resminya, @Uki23, pada 29 Maret 2025.
Dedek menegaskan bahwa meskipun perbedaan pendapat terhadap UU TNI merupakan hal yang wajar dalam demokrasi, ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan tidak dapat dibenarkan dalam situasi apa pun.
"Demokrasi itu berbeda dengan ujaran kebencian, ajakan membunuh atau ancaman penghilangan nyawa," tulis Dedek dalam cuitannya.
Lebih lanjut, Dedek mengaku geram melihat unggahan-unggahan bernada ancaman tersebut.
Namun, ia yakin bahwa Prabowo Subianto sendiri tidak akan merasa geram dengan hal itu, mengingat kecintaannya terhadap rakyat dan bangsa.
"Saya mungkin geram melihat video ini, tapi saya yakin tidak demikian dengan Presiden @prabowo yang justru menjadi alamat ancaman ini. Beliau terlalu mencintai rakyat dan bangsa ini," tulis Dedek, sembari mengunggah ulang tangkapan layar dari beberapa cuitan yang berisi ancaman pembunuhan terhadap Prabowo.
Fenomena ini menyoroti bagaimana media sosial dapat menjadi ruang bagi ekspresi kebebasan berpendapat, tetapi juga dapat disalahgunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan ancaman terhadap tokoh publik.
Keberadaan narasi seperti ini perlu menjadi perhatian serius. (*/Risco)